Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Top 10 Penulis Terkaya dan Jurang Digital

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Sabtu, 13 Mei 2023, 02:57 WIB
Top 10 Penulis Terkaya dan Jurang Digital
Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA memberikan pidato pembuka pada acara Ulang Tahun ke-6 dan Halal Bihalal Satupena di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Cilandak, Jakarta Selatan/Ist
rmol news logo Menjadi penulis tak selalu identik dengan kehidupannya yang tidak pasti, namun juga bisa berubah sebagai seorang triliuner yang memiliki kekayaan bersih dalam skala triliunan rupiah. Situs Edudwar belum lama ini memuat Top 10 penulis terkaya di dunia pada 2023 yang kekayannya mencapai puluhan triliun rupiah.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA, saat perayaan ulang tahun ke-6 Satupena di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Cilandak.  

Dalam acara tersebut digelar beberapa kegiatan di antaranya penampilan musik, pembacaan puisi. Ada pula kultum literasi yang disampaikan oleh Chappy Hakim, Wina Armada, Gemala Hatta, Inda C Noerhadi, Prof. Musdah Mulia, Prof. Nurhayati Rahman, serta sejumlah tokoh lainnya.

Dalam orasinya, Denny JA menyebut, dalam daftar 10 penulis terkaya di dunia versi Edudwar itu, sejumlah nama sudah sangat dikenal di Indonesia karena karyanya yang fenomenal. Sebut saja nama JK Rawling, sosok penulis novel laris Harry Potter yang bahkan sudah difilmkan sebanyak delapan judul sepanjang 2001-2011.

Ada pula Stephen King, penulis cerpen dan novel yang banyak menyentuh kisah horor. Karyanya juga sudah banyak menjadi film. Salah satunya yang banyak dapat penghargaan adalah Green Mile yang dibintangi oleh Tom Hanks pada tahun 1999.

Adapun penulis dengan harta terbanyak adalah Elisabeth Badinter dengan kekayaan sekitar USD1,7 miliar atau Rp25 triliun (kurs Rp15.000 per USD). Sementara, yang terendah adalah Jeffrey Archer, seorang penulis sekaligus politisi anggota parlemen Inggris dengan nilai kekayaan sekitar USD200 juta atau Rp3 triliun. Jika di rata-rata, kekayaan Top 10 penulis tersebut sekitar USD600 juta atau Rp9 triliun.

“Inilah klub triliuner yang menjadi bencmark para penulis. Mereka kaya raya karena karya mereka digemari. JK Rawling, misalnya, serial novel Harry Potter laku hingga 500 juta kopi. Novel Harry Potter tak hanya menjadi serial layar lebar, drama musik, tapi juga menjadi video games,” ungkap Denny JA dalam keterangan tertulis, Jumat (12/5).

Menurut Denny JA, Top 10 penulis terkaya dunia itu menjadi penanda bahwa di era digital dengan Artificial Intelligence (AI) dan hebatnya teknologi pembajakan, ada contoh penulis yang tetap berjaya.

Namun, di sisi lain, di balik kesuksesan para penulis tersebut juga terdapat kisah sedih. Berdasarkan riset berkala yang dilakukan oleh National Endowment di Amerika Serikat, untuk kasus negara itu, jumlah pembaca buku terus menurun. Bahkan, kini pembaca yang hanya membaca minimal satu buku selama setahun terakhir, menurun di bawah 50 persen.

Menurunnya jumlah pembaca buku juga menggambarkan menurunnya penjualan buku, terutama buku kertas atau buku yang dicetak, di mana jumlah yang terjual terus menurun setahun sekitar 6 persen.

Menurunnya penjualan buku juga berakibat pada ditutupnya toko-toko buku, bahkan toko buku penerbit ternama. Dia mencontohkan, bangkrutnya toko buku raksasa Borders pada 2011. Padahal, sebelumnya Borders menjadi jaringan toko buku terbesar kedua di Amerika Serikat. Namun, terpaksa menutup 200 tokonya karena selalu merugi.

Di Jepang, toko buku Kinokuniya yang berdiri pada 1927 juga harus menutup satu per satu tokonya di beberapa negara karena selalu merugi. Termasuk Kinokuniya di Plaza Senayan yang ditutup pada 2021.

Di dalam negeri sendiri, toko buku dan penerbit Gramedia mengalami nasib yang sama. Contohnya Gramedia di Mall Taman Anggrek Jakarta yang akhirnya ditutup. Meski banyak toko Gramedia yang bertahan, namun porsi menjual buku kertasnya kecil. Ruangan besarnya digunakan untuk menjual barang lain yang lebih laku, seperti peralatan olahraga dan keperluan kantor.

“Kisah sedih lain adalah kisah mayoritas penulis di indonesia. Umumnya mereka tak lagi bisa survive hanya dengan menulis. Ketika karyanya populer, seketika pula karyanya dibajak oleh pihak lain, dijual jauh lebih murah, atau dibagikan gratis dalam bentuk PDF,” ungkap pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu.

Denny JA menyebut, era Industri 4.0 ternyata menghasilkan dua dunia penulis dengan jurang yang semakin menganga. Ada penulis yang masuk dalam klub triliuner rupiah yang berdiri di puncak gunung. Ada pula penulis dan penerbit buku yang tenggelam di dasar samudra. Mereka bangkrut dan terpaksa juga menekuni profesi lain agar dapurnya tetap ngebul.

“Apa yang membuat beda? Mengapa zaman yang sama, teknologi baru yang sama, melahirkan kisah sukses dan kisah sedih kepada dunia penulis dan toko buku? Jawabnya: survival of the fittest. Ini teori Charles Darwin yang terkenal itu. Ini hukum besi perubahan,” ujar Denny JA.

Dia mengungkapkan, ketika datang perubahan, yang akan bertahan hanyalah mereka yang menyesuaikan diri. Jika tak sesuai, walau mereka sebelumnya raksasa sekalipun, mereka akan tumbang.

Denny JA menuturkan ada dua patokan agar penulis dan penerbit tidak tumbang. Pertama adalah akses ke dunia digital yang menjadi perpustakaan terbesar yang pernah ada dalam sejarah manusia dengan begitu banyak ragam informasi yang tersedia.

Ada begitu banyak fakta, peristiwa, dan kisah yang dapat menjadi inspirasi dari dunia internet. Sehingga, akses dan kecanggihan dalam mencari informasi di internet juga menentukan karya yang akan dibuat.

Internet juga menjadi pasar terbesar yang pernah ada dalam sejarah, di mana aneka penjual dan pembeli dari berbagai negara tersambung di dalamnya. Sehingga, kemampuan memasarkan karya di dunia internet juga menjadi kunci. Sebab, di antara milyar informasi di sana, kemampuan merebut perhatian di internet juga menjadi kunci keberhasilan.

“Kini tercipta yang disebut digital divide, jurang digital. Ini terjadi antara mereka yang fasih dengan akses ke dunia digital dan mereka yang minim dunia digital. Jurang ini membuat dua kelompok di atas juga akan semakin lebar dalam kesenjangan informasi, sosial dan ekonomi,” terang Denny JA.

Patokan kedua, kata Denny JA, adalah akses kepada sumber daya ekonomi kreatif, yakni yang bersentuhan dengan karya dan pemasaran karya. Koneksi sosial seorang penulis kepada jaringan penerbitan buku, dunia televisi, dunia film layar lebar, sumber keuangan, akan ikut menjadi kunci sukses.

Denny JA berkeyakinan, sehebat apapun sebuah zaman menjadi palu godam yang menghantam dunia buku kertas/cetak, penulis tak akan pernah mati. Sebab, setiap zaman selalu butuh narasi dan narator untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi.

“Penulis adalah narator itu. Penulis yang memberikan narasi apa yang sedang terjadi pada sebuah zaman dan kita menuju ke mana. Yang berubah hanyalah medium penulis. Era buku kertas dan buku cetak sudah menjelang senja. Tapi kini lahir medium baru dalam bentuk video, film, animasi, posting di Instagram, Twitter, Facebook, video di Tiktok dan Youtube,” paparnya.

Denny JA juga mengisahkan Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena yang sudah enam tahun berdiri, di mana ini juga menjadi tahun keduanya sebagai ketua umum. Sebelumnya dirinya menjadi ketua umum, Satupena sempat terpecah menjadi dua organisasi dengan nama yang sama, akte notaris yang sama, namun memiliki dua kepengurusan yang berbeda.

“Dalam waktu kurang dari satu bulan, saya benahi sisi legalitas organisasi. Satupena pun kembali hanya menjadi satu satunya nama organisasi yang sah hanya di bawah kepengurusan saya. Serentak pula saya luaskan Satupena agar memiliki kepengurusan di semua provinsi,” ungkapnya.

Dia mengungkapkan, kini Satupena hadir di 38 provinsi dengan mayoritas sudah membuat kegiatannya, mulai dari membaca puisi di taman, hingga festival internasional yang melibatkan negara lain. Mereka juga memiliki Satupena TV, satu satunya kanal Youtube di Indonesia yang semua soal penulis, di mana kini sudah ada koleksi kisah dan gagasan penulis sebanyak 98 video, mulai dari Sutan Takdir Alisyahbana hingga Prof. Musdah Mulia.

“Kita juga rutin setiap minggu memiliki webinar, jumpa rutin. Kini webinar kita sudah hadir ke-84 kalinya. Ada pelatihan penulis. Ada jumpa darat books and music. Akan ada buku direktori penulis. Ada program menulis bersama. Ada program karya menjadi film layar lebar,” sambung Denny JA.

Denny JA menambahkan, Satupena juga sudah memilih berdasarkan survei terbatas dan expert judgenent mengenai 100 buku yang mempengaruhi batin Indonesia sejak zaman kolonial hingga milenial. Buku karya Bung Karno, Mohamad Hatta, Chairl Anwar hingga Pramoedya Ananta Toer masuk dalam daftar itu. Sudah pula dibuatkan link 100 buku itu agar publik dapat membelinya dan membacanya.

Dalam waktu dekat, kata Denny JA, Satupena bersama Wara-Wiri Budaya dan XYZ+ akan membuat Festival Tahunan Ekonomi Kreatif. Para penulis bersama enterpreneur ekonomi kreatif lainnya mempertemukan dunia kreatif dan dunia komersial.

“Satupena diharapkan menjadi tenda besar penulis Indonesia. Di komunitas ini, kita berbagi pengalaman dan akses kepada industri kreatif itu. Di zaman baru ini kita meyakini, penulis tidak mati, tapi justru semakin Berjaya,” pungkasnya. rmol news logo article

EDITOR: IDHAM ANHARI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA