Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengandung Banyak Nilai Budaya, Sastra Lisan di Sumsel Harus Dilestarikan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Jumat, 09 Desember 2022, 17:31 WIB
Mengandung Banyak Nilai Budaya, Sastra Lisan di Sumsel Harus Dilestarikan
Budayawan Sumsel, Vebri Al-Lintani/Net
rmol news logo Sastra lisan atau sastra tutur adalah bagian dari tradisi lisan yang diwariskan secara turun menurun oleh nenek moyang dan sudah ada sebelum masa praaksara di Sumatera Selatan (Sumsel).

"Artinya sastra yang disampaikan dari mulut ke mulut. Sastra lisan ini sudah ada, sejak orang belum mengenal huruf, karena dahulu orang menggunakan lisan untuk berkomunikasi. Sekarang, sastra lisan ini berkembang sedikit menjadi sastra tulis yang dicatat,” tutur Budayawan Sumsel, Vebri Al-Lintani, seperti diwartakan Kantor Berita RMOLSumsel, Jumat (9/12).

Menurutnya setiap daerah memiliki sastra lisan yang harus dijaga. Salah satunya satra lisan Sumatera Selatan yang merupakan salah satu bagian budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan. Karena dalam sastra lisan terdapat nilai-nilai kebudayaan masyarakat.

“Oleh sebab itulah, sastra lisan ini harus diketahui dan diwariskan kembali kepada generasi kita khususnya anak muda. Sehingga mereka dapat mengamalkannya, karena sastra lisan ini tak kalah hebatnya dengan sastra modern sekarang,” jelasnya.

Untuk itulah, dirinya mengajak masyarakat Sumsel khususnya kepada generasi millenial untuk ikut melestarikan sastra lisan yang diwariskan oleh leluhur dan menerapkannya sebagai media belajar.

Lebih lanjut, Vebri menjelaskan mengenai keberadaan 3 sastra lisan di Sumsel. Salah satunya sastra lisan Tadut dari Pagaralam yang digunakan sebagai media pelajaran atau pendidikan agama Islam di tengah masyarakat Suku Besemah.

Menurut mantan Ketua Dewan Kesenian Palembang ini,  kata tadut berasal dari kata dalam bahasa Arab jadidun berarti “baru”. Lalu menjadi tadut dalam dialek Besemah yang berarti pembaruan. Maksudnya adalah pembaruan terhadap kepercayaan lama yang ada dengan kepercayaan baru.

"Hal ini disebabkan oleh masuknya ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam di daerah Besemah. Tadut merupakan jenis puisi yang dipergunakan untuk menyampaikan ajaran agama Islam pada saat Islam berkembang cukup pesat di daerah Pagaralam,” katanya.

Penutur tadut biasanya adalah seorang laki-laki yang pemahaman terhadap ajaran agama Islam cukup tinggi. Dengan kata lain, penutur tadut adalah pemegang kitab kuning atau perukunan (Melayu).

Karena isi tadut kebanyakan adalah ajaran agama, tadut biasanya dituturkan pada malam hari di dalam kelompok pengajian tradisional atau yang disebut bepu’um. Kebanyakan anggota pengajian tradisional adalah orang-orang lanjut usia.

“Selanjutnya nenggung Palembang, digunakan untuk meninabobokan bayi dan anak. Dan terakhir incang-incang yang digunakan sebagai media berkomunikasi melalui pantun atau syair oleh masyarakat suku Pedamaran,” bebernya.

Dia mengimbuhkan, penyampaian incang-incang dilakukan dengan cara dinyanyikan menggunakan irama tertentu. Biasanya bersahut-sahutan antara dua orang atau lebih. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA