Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tak Tahan Bau Busuk Sampah, Warga Boyolali Tolak TPS Sementara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 17 Juli 2022, 02:55 WIB
Tak Tahan Bau Busuk Sampah, Warga Boyolali Tolak TPS Sementara
Warga Kampung Menggungan, Desa Sawahan, Kabupaten Boyolali menggelar aksi protes terhadap keberadaan TPS yang mengganggu kehidupan mereka/RMOLJateng
rmol news logo Aksi protes digelar warga Kampung Menggungan, Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Mereka menolak wilayahnya dijadikan tempat pembuangan sampah (TPS) sementara.

Terlebih ada janji yang tidak ditepati oleh pemerintah daerah setempat. Semula dijanjikan lokasi yang berjarak sekira 200 meter dari rumah penduduk tersebut sebagai penampungan sementara sebelum diambil truk sampah.  

Faktanya, sampah justru dibiarkan saja menumpuk hingga setahun terakhir ini. Sampah pun meluber hingga ke jalan dan menimbulkan bau busuk menyengat.
Kondisi semakin parah karena tumpukan sampah juga mencemari sungai kecil persawahan, hingga sampah dan bau busuk mengalir mengikuti sungai.       

Karena keluhan yang disampaikan kepada pemerintah desa dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tidak kunjung diindahkan, warga pun protes dengan memasang sejumlah spanduk protes dan penolakan.

Spanduk tersebut juga tampak dari sisi jalan tol, karena lokasi tersebut dekat dengan pintu tol Klodran.

"Ini penolakan TPS sampah. Karena sampah sudah overload dan bau sekali," ujar perwakilan warga Kampung Menggungan, Danang Catur, saat ditemui Kantor Berita RMOLJateng, Jumat (15/7).

Menurutnya, TPS tersebut sudah berdiri sekitar satu tahun lebih. Tapi hingga sekarang sampah belum pernah diambil, jika diambil hanya lima truk saja setelah itu tidak pernah lagi.

"Baru satu tahun dibangun, tapi sampahnya menumpuk seperti gunung. Itu tidak diambil tapi sampahnya hanya dibalik, sampah yang ada di bawah jadi di atas jadi baunya kemana-mana," katanya.

Dia menambahkan, warga mencium aroma tak sedap. Padahal lokasi permukiman warga itu dekat dengan persawahan.

Danang menambahkan, bahkan akan menimbulkan penyakit dengan munculnya lalat di penumpukan sampah tersebut.

"Biasanya itu pagi, padahal pagi itu udara pas segar-segarnya tapi malah tercemar. Dulu tiap pagi banyak warga jalan-jalan, tapi setelah adanya TPS tidak pernah lagi," ungkap dia.

Dari awal pembangunan TPS itu warga tidak setuju, bahkan saat sosialisasi hanya beberapa warga yang diundang tidak semuanya. Awalnya itu malah akan dibangun TPS 3R dan dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sawahan, sebagai solusi mengatasi masalah sampah di tempat tersebut.

"Awalnya dibuat TPS 3R, tapi kenyataannya tidak. Malah bukan TPS 3R tapi Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dari awal sudah ada penolakan dari warga," paparnya.

Selama satu tahun beroperasi, TPS tersebut dipakai untuk menampung sampah warga Sawahan. Tidak gratis, warga juga dikenakan retribusi sebesar Rp15.000 per bulan.

Namun untuk menguatkan protes, warga Sawahan sudah tidak buang lagi sampah sejak Desember 2021.

Terpisah, Kepala Desa Sawahan, Agus Sunarno mengatakan, belum ada rencana penutupan TPS tersebut. Karena langkah ini sebagai upaya untuk mengatasi TPS liar yang ada di beberapa ruas jalan Desa Sawahan.

Agus mengatakan, sudah ada beberapa solusi untuk mengatasi penumpukan sampah di TPS itu, salah satunya dengan melakukan sosialisasi untuk pengolahan sampah untuk mengurangi sampah dibuang.

"Di Sawahan, ada 13 ribu penduduk dari 4.800 KK di 61 RT dan 10 RW. Untuk pelanggan TPS Sawahan sekira 2.200 orang dengan pemasukan sampah sekira 20 kubik per hari. Upaya untuk mengurangi sampah dengan sosialisasi untuk pengelolaan sampah dari rumah. Jadi pemilahan sampah, mana yang bisa bermanfaat dan mana yang tidak," jelas Agus. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA