“Saya tanya ke Gubernur (Lampung) ada baliho saya di daerah dekat Bandara. Yang masang siapa? Bukan Firli yang pasang dan saya tidak tahu apa-apa itu,†singgung Firli saat memberikan orasi ilmiah pada pengukuhan Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Lampung, Sabtu lalu (23/4).
Namun begitu menurut komandan pemberantasan korupsi ini, hal tersebut adalah cara rakyat menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Adapun hal ini, kata Firli dijamin serta diatur di dalam UUD 1945 dan UU 9/1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Tetapi itulah cara rakyat menyampaikan suaranya, menyampaikan pendapatnya. Kebebasan menyampaikan pendapat dijamin dalam UUD 1945 pasal 28, lalu dijamin juga dengan UU No 9/1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, boleh,†tegas Firli.
Dalam konteks ini, mantan Kabaharkam Polri itu menyinggung soal media sosial yang berkembang lebih pesat dibanding media massa, yang menurut Firli disebabkan kebebasan media mainstream dibatasi oleh pemilik media.
Hal ini tidak terlepas dari apa yang tadi disebutnya sebagai situasi dimana media massa terjebak dalam elitisme. Bahkan, sebut Firli Bahuri lagi, ada
“adagium†yang mengatakan,
“The freedom of the press is the freedom of the owner of the press.â€
“Media sosial berkembang karena media
mainstream tidak merdeka lagi. Karena media mainstream sekarang ada yang disebut dengan adagium
the freedom of the press is the freedom of the owner of the press. Kalau ingin memberitakan, nanya dulu ke bosnya, Pak boleh gak ini diberitakan. Jadi kebebasan media adalah kebebasan pemiliknya,†demikian Firli.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: