Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perusahaan Pelanggar Lingkungan dapat Proper Biru, Walhi Sumsel Ragukan Kinerja Dinas LHP

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Kamis, 14 April 2022, 11:11 WIB
Perusahaan Pelanggar Lingkungan dapat Proper Biru, Walhi Sumsel Ragukan Kinerja Dinas LHP
Ilustrasi sungai/RMOLSumsel
rmol news logo Kinerja Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (LHP) Sumatera Selatan menjadi sorotan aktivis lingkungan. Kok bisa, perusahaan yang dikenai sanksi atas pelanggaran lingkungan, mendapatkan proper biru dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Untuk diketahui, Proper adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan yang dikembangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) sejak tahun 1995, untuk mendorong perusahaan meningkatkan pengelolaan lingkungannya.

Dari penilaian proper, perusahaan akan memperoleh citra/reputasi sesuai bagaimana pengelolaan lingkungannya. Citra tersebut dinilai dengan warna emas, hijau, biru, merah dan hitam. Proper emas merupakan proper yang terbaik, berturut-turut sampai proper merah dan hitam yang paling rendah.

Penelurusan Kantor Berita RMOLSumsel, pada tahun 2021, Kementerian LHK memberikan penilaian terhadap kinerja pengelolaan lingkungan hidup perusahaan tahun 2021 dilakukan terhadap 2.593 (Dua Ribu Lima Ratus Sembilan Puluh Tiga) perusahaan yang terdiri dari 299 jenis industri.

Hasil evaluasi menunjukkan tingkat ketaatan 75 persen dengan raihan peringkat sebagai berikut: Hitam: 0 Perusahaan; Merah: 645 Perusahaan; Biru: 1670 Perusahaan; Hijau: 186 Perusahaan; dan Emas: 47 Perusahaan. Termasuk 45 (Empat puluh lima) perusahaan tidak beroperasi/sedang dalam penegakan hukum/penangguhan.

Masih dari penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, salah satu diantara perusahaan yang mendapat proper biru itu adalah PT Sriwijaya Bara Priharum.

Persoalannya, perusahaan pertambangan ini pernah dikenai sanksi oleh Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) VIII Palembang yang merupakan kepanjangan tangan Kementerian PUPR dalam pengelolaan sungai.

Sanksi diberikan atas dasar temuan BBWSS VIII Palembang yang melakukan pemeriksaan di lapangan terhadap Sungai Ulang-ulang pada 2019 silam. Dimana PT Sriwijaya Bara Priharum telah memindahkan alur sungai tanpa izin dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Akibat perubahan alih fungsi sungai ini, disinyalir terjadi perubahan ekosistem sehingga sungai tidak bisa lagi dimanfaatkan oleh masyarakat.

Lebih parahnya lagi, bencana alam seperti banjir dan kerusakan lingkungan lain yang disebabkan oleh perubahan alih fungsi sungai ini bisa mengancam kehidupan masyarakat sekitar perusahaan.

Selain sanksi awal tersebut, pada 29 Juni 2021 BBWSS VIII juga mengeluarkan surat bernomor SA. 0203-AH/393 yakni teguran untuk mengembalikan fungsi Sungai Ulang-Ulang, ditandatangani oleh Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII, Birendrajana saat itu. Namun, di tahun yang sama, PT Sriwijaya Bara Priharum ternyata masuk dalam penilaian yang dilakukan oleh Kementerian LHK untuk mendapatkan proper biru.

“Publik harus mengetahui secara rinci mengapa PT Sriwijaya Bara Priharum dan PT Bara Alam Utama mendapatkan proper biru tersebut,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Yuliusman kepada Kantor Berita RMOLSumsel.

Proper biru berarti perusahaan dinilai telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku (telah memenuhi semua aspek yang dipersyaratan oleh KLH).

Diantaranya Penilaian Tata Kelola Air; Penilaian Kerusakan Lahan; Pengendalian Pencemaran Laut; Pengelolaan Limbah B3; Pengendalian Pencemaran Udara; Pengendalian Pencemaran Air; dan Implementasi AMDAL.

Selain PT Sriwijaya Bara Priharum, PT Bara Alam Utama yang berlokasi di Lahat dan juga bergerak dalam aktivitas pertambangan juga mendapatkan peringkat yang sama meski tercatat ikut melakukan perubahan alur sungai.  

Dengan kata lain, sanksi dari BBWS Wilayah VIII (kementerian PUPR) diabaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel sebagai perpanjangan tangan Kementerian LHK dalam penilaian pemberian peringkat proper yang telah dirilis pada awal Januari 2022 lalu, sesuai dengan SK.1307/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2021 tentang Hasil Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2020-2021.

Menurut Yus-sapaan akrabnya, setidaknya terdapat dua persyaratan yang harus menjadi perhatian mengenai lingkungan, yakni syarat soal ketaatan dan persyaratan lebih dari apa yang disyaratkan.

"Mengenai syarat ketaatan, harus dilihat sudah sejauh mana perusahaan tersebut mentaati atau menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yang biasanya tertuang dalam dokumen AMDAL perusahaan tersebut," ungkapnya.

Sedangkan untuk syarat yang kedua yakni persyaratan lebih dari yang disyaratkan, proses penilaian yang dilakukan harus melihat apakah perusahaan tersebut sudah meminta masukan kepada pihak lain seperti masyarakat sekitar lokasi, LSM atau NGO, serta akademisi terkait proses pelaksanaannya dengan dampak terhadap lingkungan.

“Ini penting diketahui publik, sudah dilakukan atau belum?" kata Yus mempertanyakan.

Ia berharap pada keterbukaan Dinas LHP Sumsel ataupun Kementerian LHK terhadap publik, sehingga masyarakat dapat menilai apakah proper biru tersebut layak atau tidak. Yus menambahkan, selama ini perusahan cenderung tertutup jika berkaitan dengan dokumen AMDAL ataupun dokumen terkait.

Dikatakan Yus lebih jauh, proper biru yang diberikan itu harus terkonfirmasi dan sesuai dengan fakta di lapangan.  Walhi Sumsel menilai dua perusahaan ini belum layak mendapatkan proper biru tersebut.

“Tentunya kita semua tahu, mereka ini lingkaran korporasi yang bergerak di bisnis ekstraktif yang (jelas) merusak (lingkungan),” cetusnya.

Dugaan kongkalikong menguat, yang tentunya meruntuhkan citra pemerintah apabila memberikan penilaian yang tidak sesuai. Belum lagi anggaran yang sia-sia, jika Dinas dan Kementerian tidak cermat  dalam penggunaannya, atau potensi penyalahgunaan kewenangan yang merujuk pada UU No.20 tahun 2021 tentang Perubahan atas UU No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA