Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Insiden Kebakaran Sumur Minyak, Pemprov Aceh dan Pemkab Aceh Timur Dianggap Abaikan Keselamatan Warga

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 13 Maret 2022, 06:05 WIB
Insiden Kebakaran Sumur Minyak, Pemprov Aceh dan Pemkab Aceh Timur Dianggap Abaikan Keselamatan Warga
Masyarakat di sekitar ledakan sumur minyak di Aceh Timur/BPBA
rmol news logo Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur dianggap abai dalam insiden ledakan sumur minyak di Gampong Mata Ie, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur. Dalam insiden ini seorang pekerja meninggal dunia.

“Saya minta kita semua fokus untuk menentukan penyebab kejadian ini,” kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Iskandar Usman Alfarlaky, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (12/3).

Iskandar menyakini kejadian ini sama seperti insiden ledakan sumur minyak di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak pada 4 Mei 2018. Insiden itu menyebabkan 21 orang tewas dan 35 orang mengalami luka bakar.

Saat itu, tutur Iskandar, minyak yang menyembur bersama gas tidak sanggup ditampung. Hal yang sama juga mungkin terjadi dalam ledakan di Gampong Mata Ie.

Saat minyak dalam jumlah besar menyembur, masyarakat tidak memiliki alat yang memadai untuk menampung debit minyak itu dan memastikan keamanan pada radius 20-30 meter dari sumur minyak.

Lantas, minyak yang tidak tertampung itu masuk ke selokan dan mengalir ke lokasi yang cukup jauh dari titik sumur. Hal ini sangat rawan. Dalam situasi seperti ini, pada radius 20-30 meter, sedikit saja percikan api dapat menyulut kebakaran hebat.

Sejak insiden di Pasir Putih, Iskandar meminta pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten untuk mengedukasi pekerja dan masyarakat yang berada di sekitar sumur minyak. Termasuk menyarankan kepada pemerintah untuk membantu masyarakat membentuk koperasi untuk menjalankan usaha ini secara legal.

Lewat koperasi, para penambang minyak dapat beroperasi dengan lebih baik dan lebih aman. Iskandar mengatakan saat sebuah sumur mengeluarkan minyak dalam jumlah besar, dalam satu jam, mereka membutuhkan 100 drum minyak.

Rata-rata di setiap sumur hanya memiliki sekitar 20 drum. Alhasil, minyak yang keluar tak bisa ditampung dan mengalir tak terkontrol ke tempat-tempat yang lebih rendah.

Di sinilah potensi ledakan itu berasal. Para pekerja sangat memahami risiko bekerja dengan minyak, sehingga mereka tidak akan pernah merokok atau menyalakan mancis. Namun saat minyak tak tertampung, akan sangat sulit mengendalikan situasi di sekitar lokasi penambangan.

Penambang minyak, tambah Iskandar, secara mandiri tetap mengupayakan produksi minyak dengan cara-cara tradisional.

Sementara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, kata Iskandar, tak pernah menganggap hal ini sebagai bagian dari sumber mata pencarian masyarakat yang seharusnya dilindungi. Mereka membiarkan sumur-sumur itu berstatus ilegal dan terus memakan korban jiwa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA