Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Cerita Pengrajin Kue Keranjang di Tengah Penurunan Produksi dan Upaya Melestarikan Tradisi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Senin, 31 Januari 2022, 12:37 WIB
Cerita Pengrajin Kue Keranjang di Tengah Penurunan Produksi dan Upaya Melestarikan Tradisi
Pembuat kue keranjang di Purwakarta, Hayati (Ci Pikong)/RMOLJabar
rmol news logo Imlek tanpa kue keranjang, seperti sayur tanpa garam. Kurang afdol. Sayang, tekanan zaman membuat para produsen kue keranjang kini harus berjuang keras untuk mempertahankan tradisi khas warga Tionghoa ini.

Adalah Hayati (69) yang di masa-masa senjanya terus berjuang untuk bisa tetap memproduksi kue keranjang. Meskipun harga bahan-bahan untuk membuatnya terus mengalami kenaikan. Hayati pun terpaksa mengurangi produksi,

Selain itu pengurangan produksi kue keranjang yang dilakukan Hayati ini juga karena faktor kekurangan tenaga ahli pembuat kue.

Sang ahli, Mulyadi (Ko Pikong) yang merupakan suami dari Hayati, telah meninggal dunia sejak tujuh bulan lalu. Kini boleh jadi hanya tinggal Hayati satu-satunya ahli membuat kue keranjang di Purwakarta, Jawa Barat.

Dituturkan Ci Pikong, begitu ia biasa disapa, tahun sebelumnya produksi kue khas dengan rasa manis ini masih bisa mencapai 2 ton. Tetapi, tahun ini hanya mencapai 1 ton.

Kata warga Gang Bayeman, Kelurahan Nagrikaler, Purwakarta tersebut, tahun ini ada penurunan permintaan.

Meski demikian, ia tetap memproduksi kue keranjang. Sebab, kue berwarna merah kecoklatan ini, merupakan penganan wajib saat Imlek.

"Ada penurunan permintaan. Makanya, produksi kami hanya sebanyak 1 ton beras ketan putih yang bisa menghasilkan sekitar 5.000 dodol," kata Ci Pikong, Minggu (30/1), dikutip Kantor Berita RMOLJabar.

Soal harga kue keranjang ini, Ci Pikong menjual dengan harga Rp40 ribu perkilogram dengan isi 3 dodol. Atau jika beli eceran, 1 dodol dihargai dengan Rp15 ribu.

Menurutnya, ia bersama mendiang suami telah memroduksi kue keranjang sejak 30 tahun yang lalu. Keterampilan membuat penganan khas ini diperolehnya dari ibu kandung sang suami.

Dari dulu, sang mertua Hayati membuat kue keranjang setiap setahun sekali. Usahanya itu diturunkan pada almarhum Mulyadi. Sebab, anak yang lain tak mau berkecimpung dalam usaha pembuatan dodol khas Imlek tersebut.

"Dari muda sampai usia sudah tua, kita tetap membuat dodol China. Soalnya, tidak ada lagi perajin dodol di Purwakarta ini," terangnya.

Hayati menuturkan, kue keranjang produksinya diyakini memiliki kualitas terbaik. Sebab, dari komposisi, dodol ini menggunakan bahan baku berkualitas. Serta, tidak menggunakan bahan pengawet ataupun perisa makanan.

Meski demikian, kue keranjang produksinya ini bisa tahan sampai setahun. Apalagi, disimpan di mesin pendingin. Tak heran, dodol tanpa merek ini selalu banyak dicari pecinta kuliner khas Imlek tersebut. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA