Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Di Hadapan 800 Mahasiswa, Dekan, dan Tenaga Pengajar Unud, KPK Ajak Sivitas Akademika Bangun Budaya Integritas Antikorupsi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Selasa, 05 Oktober 2021, 15:58 WIB
Di Hadapan 800 Mahasiswa, Dekan, dan Tenaga Pengajar Unud, KPK Ajak Sivitas Akademika Bangun Budaya Integritas Antikorupsi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, saat memberikan kuliah umum di Universitas Udayana Bali/Ist
rmol news logo Sivitas akademika diharapkan ikut memiliki konsen terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebab, dampak korupsi juga dirasakan oleh mahasiswa, baik langsung maupun tidak langsung.

Hal itu merupakan ajakan dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, saat memberikan kuliah umum bertajuk "Pembangunan Budaya Integritas Melalui Pendidikan Antikorupsi" di Universitas Udayana (Unud), Sanglah, Denpasar, Bali, Selasa (5/10).
 
"Dana yang dikucurkan oleh pemerintah untuk pendidikan tinggi cukup besar. Kalau tidak diawasi dengan baik, dana tersebut (bisa) disalahgunakan. Dan, yang jadi korban mahasiswa juga," ujar Alex.

Alex pun memberi contoh, dana pengadaan alat laboratorium dapat dikorupsi. Yang seharusnya dapat dibelikan alat yang bagus, karena korupsi dibelikan yang kualitasnya lebih rendah atau akurasinya tidak baik.

Di hadapan lebih dari 800 peserta kuliah umum yang terdiri dari mahasiswa, dekan, dan tenaga pengajar Unud yang mengikuti baik secara daring maupun luring, Alex menjelaskan bahwa korupsi masih dipahami sebagian pihak sebagai perbuatan yang merugikan keuangan negara saja.

Padahal, kata Alex, banyak perbuatan koruptif lain yang tidak selalu merugikan keuangan negara tetapi dampaknya dirasakan semua pihak.

Di sisi lain, Alex menyebutkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap antikorupsi cenderung mengalami peningkatan. Mengutip hasil survei perilaku antikorupsi BPS, Alex menuturkan, terjadi kenaikan skor dari tahun ke tahun. Artinya, perilaku antikorupsi masyarakat di Indonesia sudah baik.

Walaupun, masih ada sejumlah masyarakat yang "terbiasa" memberikan sesuatu setelah memperoleh pelayanan publik, baik secara sukarela maupun tidak.

"Hal ini memperlihatkan masyarakat masih bersifat permisif atau serba membolehkan. 'Saya diuntungkan kok dan tidak keberatan untuk membayar'. Nah, ini tidak benar," pungkas Alex. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA