Demkian pula Adam Malik, menteri luar negeri pertama yang memelopori ASEAN kemudian meningkat ke
non-line.
Hal tersebut disampaikan Gurubesar IPB Prof Didin Damanhuri dalam acara diskusi virtual New Cold War US-China dan Reposisi Geopolitik Indonesia: Lesson Learned from Peristiwa 1965, yang digagas Narasi Channel, Jumat (1/10).
Namun, kata Didin, di era reformasi ini Indonesia seakan kehilangan
power tersebut. Pasalnya, setelah sekian presiden memerintah tetapi menjadi
follower negara lain.
"Padahal jejak-jejak politik dan ekonomi kedua pemimpin sebelumnya itu telah menginspirasi mestinya, 2024 ke depan agar Indonesia kembali
core player dalam percaturan global. Apalagi sekarang ini secara konteks geopolitik kan terjadi
multi polarity," kata Prof Didin.
Dia menerangkan jika pada perang dingin sebelumnya, Uni Soviet sempat berhadapan dengan Amerika, sedangkan China ada di samping Uni Soviet, dan Indonesia cenderung memimpin nonblok tadi, dan terperosok membangun Jakarta Peking.
“Itulah yang menjatuhkan Soekarno yang akhirnya ada kompor-kompor atau bahkan subversi dari PKI, membawa semakin dekat dengan Beijing. Itu yang menjadi
misleading,†terangnya.
Penjelasan lain, dalam
misleading Indonesia tersebut lantaran adanya PKI yang bermain dan bersaing dengan AD, Amerika juga main dengan CIA. Namun, jika mempelajari pola politik Soekarno, dia berhasil dalam konferensi Asia-Afrika memimpin nonblok.
“Karena dia konkret konstitusi dilaksanakan untuk ekonomi, sehingga mempunyai legitimasi dari rakyat kemudian memimpin ASEAN dan memimpin nonblok. Jadi sekarang ini kan
multipolarity-nya kan kira-kira ada aliansi AUKUS ditumbuhkan lagi,†ucapnya.
Sejak Amerika menang dalam perang dunia kedua ini, kata Didin, membangun berbagai organisasi untuk aliansi intelijen, aliansi militer dan ekonomi. Sedangkan AUKUS adalah sebagai
core player dalam aliansi militer.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: