Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Walhi Aceh Ungkap Ancaman Ekologi Akibat Tambang Emas Ilegal Meningkat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Sabtu, 21 Agustus 2021, 13:19 WIB
Walhi Aceh Ungkap Ancaman Ekologi Akibat Tambang Emas Ilegal Meningkat
Salah satu kawasan penambangan emas ilegal di Aceh/Ist
rmol news logo Persoalan tambang emas ilegal masih menjadi permasalahan serius di Aceh. Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, persoalan itu belum mampu diselesaikan secara total, baik pendekatan hukum paupun perbaikan tata kelola oleh Pemerintah Aceh.

Walhi Aceh, mencatat, ada enam daerah yang sampai hari ini masih cukup aktif kegiatan pertambangan emas ilegal, yaitu Pidie, Aceh Tengah, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Jaya, dan Aceh Barat.

Di Kabupaten Aceh Barat, pertambangan emas ilegal berada di kawasan Sungai Mas dan Woyla Timur. Pola pertambangan dilakukan dengan menggunakan alat berat, seperti beko. Ironisnya, kawasan yang digunakan diduga dalam konsesi salah satu perusahaan tambang yang tidak aktif.

Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur menyebut, keberadaan pertambangan emas ilegal di Aceh Barat telah menjadi ancaman serius terhadap ekologi dan kehidupan masyarakat di masa mendatang.

"Ya, seperti bencana banjir, rusak ekosistem sungai, air keruh, rusak fisik sungai, dan pencemaran zat berbahaya diakibatkan oleh aktifitas pertambangan," kata M Nur diberitakan Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (21/8).

Di samping itu, kata M Nur, hal tersebut menjadi catatan penting untuk Kapolda Aceh yang baru, Ahmad Alhaydar terkait aspek penegakan hukum sektor pertambangan.

"Selain itu, perlu dimintai pertanggungjawaban perusahaan pemegang konsesi di mana dalam wilayah izinnya memiliki kegiatan pertambangan ilegal," kata M Nur.

Harapannya, pemerintah segera menyikapi persoalan tersebut sebelum terlambat. Sebab kegiatan itu sudah berjalan 12 tahun bahkan terjadi di luar Aceh Barat.

Menurut M Nur, jika tidak mampu menegakkan hukum secara penuh di enam kabupaten/kota itu, setidaknya kegiatan itu dapat diberhentikan sementara dan memperbaiki tata kelola.

"Sehingga dapat dikontrol dan diminta pertanggung jawab kepada pengelola dikemudian hari atas dampak negarif," demikian M Nur. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA