Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ada Diskriminasi Syarat Perjalanan, Alvin Lie: Kenapa Hanya Penumpang Pesawat Yang Wajib PCR?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 28 Juli 2021, 11:58 WIB
Ada Diskriminasi Syarat Perjalanan, Alvin Lie: Kenapa Hanya Penumpang Pesawat Yang Wajib PCR?
Fasilitas tes Covid-19 di Bandara Soekarno-Hatta/RMOLBanten
rmol news logo Kebijakan pemerintah terkait tes Covid-19 sebagai syarat perjalanan dinilai penuh diskriminasi, khususnya terhadap pelaku perjalanan udara.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 25/2021 dan 26/2021, disebutkan bahwa penumpang pesawat diwajibkan untuk menyerahkan tes PCR negatif sebagai syarat perjalanan.

Namun di sisi lain, transportasi darat, seperti kereta api, dan laut diizinkan menggunakan hasil tes Antigen negatif.

Menanggapi aturan ini, pengamat penerbangan Alvin Lie mempertanyakan standarisasi tes Covid-19 yang diakui oleh pemerintah. Baginya, jika tes Antigen sudah tidak diakui, maka seharusnya syarat seluruh perjalanan hanya menggunakan PCR, dan sebaliknya.

"Kalau tidak diakui mengapa pemerintah menggunakan Antigen dan PCR untuk alat tes? Kalau diakui, mengapa Antigen tidak boleh digunakan sebagai syarat perjalanan angkutan udara?" tanyanya dalam cuitan di Twitter pada Rabu (28/7).

Dalam cuitan lainnya, Alvin menyebut kebijakan ini membunuh transportasi udara. Pasalnya dengan lama dan mahalnya tes PCR jika dibandingkan Antigen, maka calon penumpang akan berpikir dua kali.

Tes PCR sendiri membutuhkan waktu paling cepat 6-8 jam untuk mendapatkan hasil. Sehingga mereka yang akan melakukan perjalanan mendesak menjadi kesulitan.

Terkait harga, tes PCR jauh lebih mahal, sekitar Rp 700-900 ribu. Bahkan jika dibandingkan dengan tiket beberapa rute penerbangan, harga tes PCR lebih mahal.

Keresahan ini bukan hanya dirasakan Alvin, beberapa pengguna Twitter juga ikut merasakan diskriminasi kebijakan pemerintah terhadap transportasi udara.

Sebuah akun bernama @joddynugraha menyebut, durasi menaiki kereta justru lebih lama daripada pesawat sehingga risiko tertular semakin tinggi.

"Dari awal PPKM Darurat udah mikir gini... Naik kereta antarkota di Jawa dengan naik pesawat antarkota di Jawa apa bedanya? Bukannya di kereta malah lebih lama kontak eratnya karena waktu tempuh cenderung lebih lama," cuitnya.

Akun @giovannipratama misalnya. Ia mengatakan, banyak penyebaran Covid-19 justru terjadi saat perjalanan darat dan bukan pesawat.

"Perjalanan udara aman karena di pesawat sudah ada HEPA filter dan teruji," tambahnya.

Sementara itu, akun @maccienee mengaku kerepotan dengan kebijakan tersebut.

"Saya dari Jogja menuju Jambi dan Pekanbaru saja wajib PCR, dari dan ke Pulau Jawa/Bali wajib PCR... Benar-benar merepotkan, lagipula sampel diambil maksimal 2 x 24 jam sebelum penerbangan. Hasil PCR yang satu hari jadi harganya beda cuy, bisa 1 juta lebih," kisahnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA