Di sisi lain, PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) menyatakan bahwa pemulihan TTM di lahan warga tersebut sudah selesai.
Temuan Marusaha Silaen itu terjadi saat ia akan menggali parit dan kolam di lahan miliknya itu. pada tahun 2020.
Saat itu Ia menggunakan alat berat jenis escavator untuk melakukan penggalian itu.
Cerita itu diungkapkan oleh penggiat lingkungan yang memegang kuasa hukum dari Marusaha Silaen, Mandi Sipangkar.
Mandi mewakili Marusaha Silaen untuk perjuangkan lahan miliknya yang tercemar oleh perusahan minyak PT CPI.
"Saya turun dan melihat langsung ke lapangan. Seperti kondisi di lahan milik Marusaha Silaen ini, itu pekerja CPI hanya membersihkan TTM secara manual dengan alat cangkul dan sekop. Tak lebih dari 30 sentimeter itu yang digali mereka TTM nya itu," ungkap Mandi Sipangkar.
Kondisi seperti itu, lanjut Mandi, terjadi hampir pada sebagian besar pemilik lahan yang ada TTM.
"Pemilik lahan mempunyai kontrak pekerjaan dengan PT CPI. Untuk lahan Marusaha Silaen ini, di dalam kontrak disebutkan pekerjaan dilakukan mulai tahun 2016 sampai tahun 2018. Akan tetapi kenyataannya pekerjaan dilakukan pada tahun 2019 dan tahun 2020," demikian ulasan Mandi Sipangkar.
Menurut keterangan Mandi Sipangkar, pada lahan milik sejumlah warga yang lainnya di wilayah Kabupaten Siak, ada warga yang diikat kontrak oleh PT CPI dengan persyaratan.
Persyaratan itu berupa kompensasi akan diberikan kepada pemilik lahan hanya apabila CPI sudah memasukkan escavator untuk melakukan pekerjaan di lahan warga.
Mandi mengatakan ia melihat di lahan warga itu hanya dibersihkan dengan cangkul dan sekop.
"Alat escavator tak kunjung ada yang dimasukkan. Sebagian besar sampai sekarang masih banyak TTM di lahan-lahan warga," kata Mandi Sipangkar.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: