Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ulasan BMKG Soal Kondisi Udara Malam Di Pulau Lebih Dingin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Kamis, 08 Juli 2021, 09:20 WIB
Ulasan BMKG Soal Kondisi Udara Malam Di Pulau Lebih Dingin
Ilustrasi BMKG/Net
rmol news logo Di beberapa daerah di Jawa Timur banyak memperbincangkan udara dingin saat malam tiba.

Masyarakat menghubungkan kondisi ini dengan fenomena aphelion.

Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli-September).

Kata BMKG, saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal, mengatakan pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin.

Herizal mengatakan, adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.

Angin itu tertiup ke wilayah Indonesia melalui perairan Samudera Indonesia yang permukaan lautnya suhunya lebih dingin.

“Sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin,” kata Herizal, Rabu (7/7).

Selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari.

Argumentasinya, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar.

Dampaknya,  membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari.

“Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari,” kata dia.

Mengenai aphelion yang berdampak pada suhu udara saat malam, Herizal mengatakan, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi (aphelion).

Tapi, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan.

Aphelion merupakan fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.

“Sementara itu, pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia,” kata dia.

Fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun, bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang.

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan, berdasarkan pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia, saat ini memang rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator.

Beberapa daerah itu seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Di daerah tersebut umumnya lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya yang berada di utara dan/atau di sekitar ekuator.

“Suhu udara minimum berkisar antara 14-21 derajat Celsius dengan suhu terendah tercatat di Maumere dan Tretes (Pasuruan),” ujar Guswanto.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA