Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Sumatera Selatan Pernah Cetak Mata Uang Sendiri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Rabu, 07 Juli 2021, 16:18 WIB
Sumatera Selatan Pernah Cetak Mata Uang Sendiri
Oeang Republik Indonesia/Dok Kemenkeu
rmol news logo Sumatera Selatan ternyata pernah mencetak mata uang sendiri sebagai tanda pembayaran yang sah.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal tersebut disampaikan sejarawan Sumsel, Syafruddin Yusuf dalam seminar hasil kajian koleksi 'Sejarah Mata Uang Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan', di aula Museum Negeri Sumatera Selatan Balaputra Dewa.

Syafruddin mengisahkan masa agresi militer pertama Belanda pada Juli 1947 dan agresi militer kedua pada Desember 1948. Saat itu, kebutuhan dan situasi perang kemerdekaan mengharuskan daerah mengatasi perekonomian saat itu dan sekaligus mempertahankan kemerdekaan.

Saat itu, terjadi pemindahan Subkoss dan Sub Teriritorial Palembang (STP) dan pembentukan basis pertahanan baru di Sumatera Selatan dengan tujuan untuk melindungi markas Subkoss dan STP.

Dalam rangka itu, dibentuk empat daerah pertahanan utama, yaitu Pagaralam, Tebing Tinggi, Babat Toman, dan Muara Dua.

Dari keempat daerah pertahanan ini, Pagaralam mengeluarkan Mata Oeang Republik Indonesia Daerah (Orida), yaitu uang lokal bertuliskan cheq sebagai tanda pembayaran yang sah dengan nilai nominal lima puluh dan seratus rupiah.  

“Cheq ini dikeluarkan pada 1 Agustus 1947 dan ditandatangani Komandan Brigade Garuda Dempo, Letkol Harun Sohar. Sementara itu dalam rangka menjalin kerja sama dan kesatuan antara pemerintah dan pihak militer, maka dibentuklah Dewan Pertahanan Daerah Palembang yang disingkat DPDP,” kata Syafruddin Yusuf diberitakan Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (7/7).

Dewan ini bertugas mengatur dan menjaga kesinambungan pemerintahan. Dalam mengatasi masalah keuangan yang terganggu akibat adanya agresi militer Belanda, maka dikeluarkan uang Mandat DPDP pada 1 Agustus 1947 dengan nilai nominal lima puluh rupiah yang ditandatangani Residen Palembang Abdul Rozak.

Selain itu, dikeluarkan pula nominal seribu rupiah.

“Sebagaimana diuraikan terdahulu, agresi Belanda pertama menyebabkan terjadinya perpindahan ibukota atau pusat pemerintahan sub provinsi Sumatera Selatan ke Curup. Selama berada di Curup Gubernur Muda M. Isa sempat mencetak uang kertas Orida dengan nilai Rp 40,-. Uang kertas ini berwarna biru dan ditanda tangani oleh dr. M. Isa,” katanya.

Pencetakan uang dilakukan di rumah Sanusi Chan di Pasar Tengah Curup. Uang kertas ini dikeluarkan pada 17 Januari 1949. Mengingat uang ini dikeluarkan oleh Gubernur Muda Sumatera Selatan yang meliputi empat keresidenan, yaitu keresidenan Palembang, Lampung, Bengkulu dan Bangka-Belitung, maka uang ini berlaku di keempat keresidenan tersebut.

“Selanjutnya sub provinsi Sumatera Selatan pada masa Perang Kemerdekaan berubah menjadi Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (DMISS) dipimpin oleh Gubernur Militer A.K Gani,” katanya.

Sedangkan Gubernur muda M. Isa diangkat oleh pemerintah pusat sebagai Komisaris Pemerintah Pusat wilayah Sumatera Selatan. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan di Sumatera Selatan keduanya saling bergandengan dan bersifat mobil (berpindah-pindah).

“Wilayah Sumsel yang sangat luas mengharuskan para pemimpin perjuangan ikut bergerilya guna menanamkan kesadaran rakyat untuk tetap setia dan membela negara Indonesia. Melalui perjalanan kelililing itu, mereka mengetahui kesulitan ekonomi yang dialami masyarakat,” katanya.

Kesulitan ekonomi dan kebutuhan akan dana perjuangan yang mendesak ini, menurut Syafruddin, membuat A.K Gani berinisiatif mengeluarkan uang daerah Sumatera Selatan. Pencetakan uang pun dilakukan di tengah medan perjuangan di Sumatera Selatan antara Bengkulu dan Lubuk Linggau.

“Situasi perang kemerdekaan menghadapi Belanda memungkinkan tempat pencetakan uang itu dirahasiakan agar tidak diketahui Belanda. Oleh karena itu uang yang dikeluarkan hanya menyebutkan tempat pengeluarannya di Bukit Barisan,” kata Dosen Sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) ini.

Uang ini dikeluarkan pada 1 Mei 1949 dan dikenal dengan nama Uang Bukit Barisan atau uang A.K Gani. Nilai nominal uang adalah dua puluh rupiah dan ditandangani oleh A.K Gani. Uang kertas ini berwarna merah dengan ukuran 58 mm x 117 mm.

“Sementara itu, Keresidenan Palembang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Selatan saat ini dapat melaksanakan pemerintahan sipil dipimpin oleh Residen Abdul Razak. Dalam upaya untuk mengatasi permasalahan ekonomi, Residen Palembang mendapat mandat dari DPDP untuk melakukan pencetakan uang,” katanya.

Kegiatan pencetakan uang ini dilakukan di Tanjung Sakti. Tugas pembuatan dipimpin oleh Kapten Rusnawi dengan dibantu oleh Letnan M. Nur Mahadam, Camat Perang Nur Iskandar, dan  Dulhaq.

Pembuatan Orida Palembang dilakukan di rumah Kiagus Kosim dan Kiagus Thaib di dusun Paser lame Tanjung Sakti. Meskipun dicetak di Tanjung sakti, namun pada uang kertas tersebut tertulis Palembang.

Nominal uang yang dicetak di Tanjung Sakti yakni Rp.1000,- dan ditandatangani oleh Residen Abdul Rozak. Selain nominal seribu rupiah, pada 17 Januari 1949 itu dikeluarkan pula uang kertas berupa cheq dengan nilai nominal sepuluh rupiah. Uang ini ditandatangani oleh Letkol Bambang Utoyo dan Abdul Rozak.

“Pada 17 April 1949, keresidenan Palembang mengeluarkan kembali cheq senilai lima puluh rupiah yang ditandatangani oleh Residen Abdul Rozak dan Komandan STP Letkol Bambang Utoyo,” katanya.

“Emisi terakhir yang dikeluarkan oleh residen Palembang adalah 18 November 1949. Emisi terakhir ini berukuran 63 mm x 123 mm dengan bahan dasar putih, sedangkan tulisannya berwarna hitam. Nominal uang adalah lima puluh rupiah,” katanya.

Selanjutnya tahun 1949 dicapai kesepakatan antara pihak Indonesia dengan Belanda dalam Perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB). Keputusan terpenting dari KMB tersebut adalah pertama, Belanda memberikan pengakuan kedaulatan Indonesia dan kedua bentuk negara adalah Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari 16 negara bagian.

“Republik Indonesia menjadi salah satu dari 16 negara bagian tersebut. Konsekuensi dari perubahan bentuk negara tersebut berpangaruh terhadap masalah keuangan RI, di mana mata uang yang ada ditarik dari peredaran berganti menjadi mata uang RIS,”  tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA