Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kabaintelkam Polri Tegaskan Hukum Harus Jadi Panglima Selesaikan Konflik Papua

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/idham-anhari-1'>IDHAM ANHARI</a>
LAPORAN: IDHAM ANHARI
  • Jumat, 07 Mei 2021, 02:48 WIB
Kabaintelkam Polri Tegaskan Hukum Harus Jadi Panglima Selesaikan Konflik Papua
webinar yang diselenggarakan Indonesian Public Institute (IPI) bertajuk "Memahami Papua Serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaboratif dan Holistik"/Repro
rmol news logo Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri Komjen Paulus Waterpauw mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, sehingga pendekatan hukum harus dipakai terhadap pelaku kriminal di Papua.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

"Kelompok mereka sudah punya senjata tajam lalu lakukan kekerasan pada masyarakat. Minta makanan, minta dana. Mereka lakukan itu kepada warga Papua bahkan membakar rumah warga. Maka kita harus tegakkan aturan hukum," kata Paulus dalam webinar yang diselenggarakan Indonesian Public Institute (IPI) bertajuk "Memahami Papua Serta Upaya Penyelesaian Secara Kolaboratif dan Holistik" Kamis (6/5).

Paulus yang juga tokoh Papua ini menilai konflik yang terjadi di bumi Cendrawasih itu harus dilihat dengan pendekatan hukum, karena siapan pun wajib taat pada aturan negara. Hukum harus menjadi panglima dalam penyelesaian masalah ini. Kalau hukum berjalan baik akan baik pula negara.

"Jadi yang dilabeli teroris adalah orang-orang yang melakukan kekerasan itu. Bukan masyarakat Papua," tegas Paulus.

Oleh Sebab itu, ia mengingatkan jika nanti sudah diputuskan di pengadilan terhadap pelaku teroris di Papua, maka kelompok itu akan mendapat konsekuensi besar. Bukan hanya pelaku di lapangan, tapi juga otak di belakang layar.

"Hati-hati. Itu ada unsur unsurnya. Soal yang membantu. Akan terciduk semua. Baik di dalam maupun luar negeri," katanya.

Selain Paulus, pembicara webinar yang hadir antara lain, pengamat politik dari President University, AS Hikam, Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani dan Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar dan Anggota Komisi I DPR RI Bobby Rizaldi.

Menanggapi hal itu, Bobby Rizaldi mengatakan, label terorisme itu berarti memenuhi unsur-unsur untuk ditindak sesuai UU Terorisme. Penanganan KKB dengan UU Terorisme ini membuat  banyak yang takut, karena aktor intelektual yang mendukung dengan uang dan sumberdaya lain bisa ditangkap dan diadili juga.

Pelabelan teroris terhadap KKB, jelas Bobby, perlu disosialisasikan secara massif. Dan melabelkan Teroris terhadap KKB Papua juga tak akan ada masalah dengan dunia internasional.

"Jadi mereka (teroris KKB) mau ke Jenewa tak bisa. Mereka ini bukan separatis. Ini trans nasional crime seperti ISIS. Mereka bukan separatism," tegasnya.

Adapun Deputi V Kantor staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani meminta agar semua pihak tidak melakukan generalisasi ketika bicara konflik Papua.

"Kita jangan gebyah uyah kalau bicara Papua. Kalau bicara daerah konflik tidak semua daerah Papua bergejolak. Tidak. Hanya beberapa daerah saja yang konflik, dan itu daerah yang IPM-nya masih rendah," kata Jaleswari.

Ia meminta agar semua pihak dapat melihat Papua dalam kacamata luas, karena di Papua banyak sekali suku, adat, dan kelompok masyarakat. Sehingga tak bisa satu atau dua kelompok bicara dan mengklaim mewakili Papua.

Selain itu, Jaleswari menegaskan dalam melihat Papua harus berdasarkan data. Dengan begitu, akan terlihat secara utuh dan nyata tentang adanya kemajuan ataupun kekuatangan dalam pangunan Papua.

"Kita terlalu riuh dengan opini, maka kita harus sepakat bicara berdasarkan data yang kredible," jelasnya.

Terkait penanganan kekerasan di Papua, Jaleswari menilai masalah ini tak bisa hanya diserahkan ke pasukan TNI dan Polri saja. Tapi juga perlu peranan para tokoh adat, tokoh agama, dan kelompok masyarakat Papua.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA