Diketahui, pada kasus itu Kejaksaan Tinggi Banten baru menetapkan tiga tersangka dua diantaranya berinisial ES dan AS merupakan pengasuh ponpes di Pandeglang dan satu berinisial AG selaku pegawai honorer di Biro Kesra Setda Banten.
Koordinator JPMI, Deni Iskandar mengatakan, dengan terkuak indikasi korupsi dana hibah ponpes maka tidak bisa dilepaskan dari peran dan tanggungjawab Gubernur Banten, Wahidin Halim.
"Sejauh ini saya amati, persoalan ini memang tidak bisa dilepaskan dari peran gubernur. Bagaimana pun yang mengesahken hibah dari APBD pasti ditandatangani seorang gubernur. Itu diatur dalam undang-undang maupun aturan turunanya," kata Deni dikutip
Kantor Berita RMOLBanten, Rabu (28/4).
Deni menuding peran WH tersandung dugaan korupsi tertuang dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) seperti diatur dalam Permendagri 32/2011 maupun Pergub 10/2019.
Permasalahan lain, kata Deni, dugaan skandal korupsi dalam ranah agama disebabkan akibat lemahnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) baik Sekda Banten Al Muktabar, maupun BPKAD Banten, Rina Dewiyanti.
Sebab itu, Deni mengigatkan KPK agar tidak seolah-olah menutup mata atas persoalan korupsi yang terjadi di Banten.
"Saya yakin, kalau TAPD ini benar, tidak akan seperti sekarang ini posisinya, maka harus diusut tuntas, karena sudah bicara agama terus dikorupsi duit umat," tegasnya.
"Perlu dibongkar. Jadi, ES ini adalah jurukunci, sekelas kasus seperti ini seharusnya KPK yang turun tangan," pungkas Deni.
Sebagaimana diketahui, Dana hibah tahun anggaran 2020 diberikan Pemprov Banten kepada 3.926 ponpes di Banten dan setiap Ponpes mendapatkan Rp 30 juta.
Sementara, untuk alokasi anggaran hibah ponpes tahun 2021 senilai Rp 161 miliar. Di mana setiap pesantren mendapatkan Rp 40 juta dan diberikan kepada 4.042 ponpes se-Banten.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: