Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Zainul Milal Bizawie: Sunan Kalijaga, Revolusi Mental Jalan Kemajuan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/raiza-andini-1'>RAIZA ANDINI</a>
LAPORAN: RAIZA ANDINI
  • Rabu, 28 April 2021, 03:13 WIB
Zainul Milal Bizawie: Sunan Kalijaga, Revolusi Mental Jalan Kemajuan
Sejarahwan Islam Nusantara Center Zainul Milal Bizawie (pojok kanan)/Net
rmol news logo Gaya dakwah Sunan Kalijaga dengan gaya blusukan diulas oleh Sejarahwan Islam Nusantara Center Zainul Milal Bizawie dalam acara ngabuburit yang diselenggarakan Badan Kebudayaan Nasional Pusat PDI Perjuangan, Selasa (27/4).

Dr. Zainul Milal Bizawi mengungkapkan gaya dakwah Sunan Kalijaga ditujukan kepada masyarakat agar bisa menyerap budaya dan tradisi yang sudah ada waktu itu.

"Dia seperti menteri dalam negeri yang sangat dekat dengan masyarakat dan selalu blusukan, dia selalu menyamar kemudian dekat dengan masyarakat ingin menyerap apa yang di inginkan dan dipahami masyarakat,” ujar Zainul kepada wartawan, Selasa (27/4).

Penulis buku Masterpiece Walisongo ini menambahkan, cara blusukan yang dipakai seorang pendakwah juga memiliki manfaat lainnya. Yaitu, bisa mendengar langsung apa yang menjadi keprihatinan dan persoalan yang dialami masyarakat.

"Sehingga dengan hadirnya Sunan Kalijaga menjadi sebuah jawaban dan solusi yang selama ini di cari masyarakat,” imbuhnya.

Disisi lain, Zainul melihat sosok Sunan Kalijaga dikenal sebagai salah satu tokoh sentral dalam proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Karena menurutnya, pendekatan Sunan Kalijaga cukup unik dengan melihat keadaan masyarakat Jawa pada waktu itu.

Di mana, masyarakatnya masih kental dengan tradisi Hindu, Buddha, dan kepercayaan-kepercayaan lama dengan melakukan kegiatan seni dan budaya.

"Sunan Kalijaga termasuk tokoh sentral dalam walisongo, karena dia dikenal asli dari nusantara sendiri, tidak memiliki trah dari Timur Tengah atau manapun, sehingga lebih menjiwai dalam tradisi ini,” katanya.

Sunan Kalijaga, lanjut Zainul, memperkenalkan Islam selapis demi selapis melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal Jawa, tidak sekaligus memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam dengan istilah-istilah dalam agama yang masih berlaku.

“Beliau menyusupkan nilai-nilai baru ke dalam agama, kepercayaan, tata cara, dan adat kebiasaan hidup yang sudah ada sebelumnya. Nilai-nilai lama dibungkus selapis demi selapis, digeser sedikit demi sedikit,” ungkap Zainul.

“Sunan kalijaga tidak langsung menghapus atau menghilangkan tradisi yang ada, tapi berusaha memasukan nilai-nilai islam sehingga itu tidak tercerabut dari akarnya,” imbuhnya.

Dengan metode dakwah yang seperti itulah, maka Nusantara, khususnya pulau Jawa, di-Islamkan, sehingga sekarang menjadi negara dengan penganut agama Islam terbesar di dunia.

Maka dari itu Zainul memandang Sunan Kalijaga sebagai seorang ulama, budayawan, dan sekaligus seniman yang menciptakan banyak karya seni. Sebagi contoh, menciptakan perangkat gamelan yang dikenal dengan nama Nyai Sekati (lambang dua kalimat syahadat).

“Ada alat gamelan kemudian wayang masih dipake oleh Sunan kalijaga, kemudian nilai-nilai islam dimasukin, misalnya gamelan dinamai dengan Nyai Sekati, artinya sahadatain,” tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA