Satyo Purwanto mengungkap, PT CNI duduga kuat melalukan aktivitas pertambangan di kawasan hutan.
"PT CNI diduga menambang di kawasan hutan sebelum IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) terbit," kata Satyo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (14/4).
Mantan Sekjen Prodem ini berpandangan, pengerukan sumberdaya alam Indonesia harusnya dapat menguntungkan rakyat bukan cuma menguntungkan korporasi serta tidak boleh seharusnya berpotensi menimbulkan degradasi yang mengancam pembangunan berkelanjutan.
"Ini yang terjadi pada wilayah tambang PT CNI di Kolaka, seperti yang dilaporkan oleh KN-APL, bahwa hasil investigasi yang dilakukan oleh mereka didapati PT CNI selain melakukan penambangan ilegal diluar IUP juga telah melakukan aktivitas ekspor pada tahun 2018 hingga 2019 yang diduga merugikan negara," ungkap Satyo.
Padahal, sebagaimana aturan Kementrian ESDM No 50/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) yang merevisi Permen ESDM No 25/2018. Pasal 51 ayat 2 menyebutkan izin ekspor diberikan jika kemajuan fisik pembangunan fasiltas pemurnian (smelter) telah memenuhi tingkat kemajuan, sesuai dengan rencana yang sudah diverifikasi oleh verifikator independen.
"Tapi PT CNI di tahun 2018 mengajukan permohonan quota ekspor nikel kemudian 2019 juga mengajukan quota ekspor namun faktanya sampe hari ini belum ada progress pembangunan smelter sebagaimana yang disyaratkan oleh ESDM. Patut diduga, PT CNI mengajukan quota ekspor dengan melampirkan data fiktif progress pembangunan smelter," ungkapnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Advokat Pro Demokrasi (PAPD) mendatangi Bareskrim Polri guna melaporkan PT CNI terkait dugaan melakukan aktivitas penambangan di luar izin alias ilegal di blok Lapao-pao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Sekjen PAPD Nandang Wirakusumah menyampaikan, PT CNI telah melakukan serangkaian peristiwa pidana lingkungan karena telah melakukan aktivitas penambangan di luar Izin Usaha Penambangan (IUP) secara terorganisir.
Nandang juga menyoroti komitmen PT CNI yang akan membagi 17,8 persen saham kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kolaka yang belum terwujud. Padahal, ia mengungkap, menangnya PT CNI dalam mengelola penambangan nikel tersebut karena adanya komitmen tersebut.
“Pada faktanya sampai saat ini pembagian deviden atas saham tersebut tidak terlaksana. Hal ini tentunya merugikan Pemda Kolaka,” demikian Nandang.
BERITA TERKAIT: