“Itu yang baru dilaporkan oleh masyarakat, lebih dari itu sebenarnya. Karena masyarakat banyak juga yang tidak lapor. Biasanya malu tidak melapor. Disangka pintar, kok bisa ditipu. Itu sering terjadi,†tutur Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasasi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia (RI), Tongam L Tobi, dalam acara sosialisasi dan diskusi di Aula OJK, Kamis (8/4).
Tongam mengatakan, dari jumlah kerugian dan penipuan akibat investasi ilegal itu menggambarkan bahwa di Indonesia masih marak terjadi upaya penipuan dengan berkedok investasi.
Maraknya aksi investasi bodong ini salah satunya karena ada 'dukungan' dalam membuat aplikasi, situs web, media sosial, yang memudahkan pelaku melakukan penipuan.
“Kemajuan teknologi komunikasi disalahgunakan para pelaku,†jelas Tongam, dikutip
Kantor Berita RMOLAceh.
Sedangkan dari sisi masyarakat, lanjut Tongam, mereka mudah tergiur dengan keuntungan banyak.
“Dikasih bunga 10 persen per bulan ikut, dikasih iming-iming dapat Fortuner dengan uang 100 juta ikut,†kata Tongam.
Oleh karena itu, tingkat pengetahuan di masyarakat perlu ditingkatkan. Mirisnya, masyarakat yang lebih pintar juga ikut terjebak. Salah satu pemicunya adalah mereka ingin jadi peserta yang duluan masuk sehingga bisa mendapat untung.
Penyebab lain mudahnya terjebak dalam investasi bodong tersebut adalah karena masyarakat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh masyarakat itu sendiri. Bahkan ada yang memberi testimoni, ada yang mengatakan dapat untung padahal tidak ada.
“Kita perlu didik masyarakat agar lebih cerdas,†tegas Tongam.
Selain itu, menurut Tongam, kesulitan mendeteksi banyaknya perusahaan investasi bodong itu karena masyarakat tidak mau melaporkannya. Namun demikian, jika sudah diketahui tanpa dilaporkan bakal langsung diberantas.
“Alasan tidak mau lapor, jangan sampai ketahuan satgas, kita belum dapat. Terutama grup-grup WA,†tutup Tongam.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: