Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berhati Malaikat, Pasutri Ini Rela Jual Rumah Dan Mobil Demi Beri Pendidikan Warga Papua

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Senin, 05 April 2021, 09:53 WIB
Berhati Malaikat, Pasutri Ini Rela Jual Rumah Dan Mobil Demi Beri Pendidikan Warga Papua
Pasangan suami istri, Luther Tan dan Sherly Indradewi, rela menjual harta benda mereka demi meningkatkan kualitas warga Papua/RMOL Papua
rmol news logo Berhati malaikat, kata-kata yang rasanya patut disematkan kepada pasangan suami istri (pasutri), Luther Tan dan Sherly Indradewi Melubu.

Bagaimana tidak, warga Merauke Papua ini rela mengorbankan harta benda dan sisa hidup mereka untuk mengabdi demi turut membangun sumber daya manusia di Papua.

Sang suami, Luther Tan, lahir dan besar di Jakarta, sementara istrinya, Sherly, lahir dan besar di derah Gorontalo.

Perhatian keduanya terhadap mereka yang kekurangan sudah muncul saat sama-sama kuliah di salah satu Universitas di Yogyakarta. Luther yang merupakan adik kelas dari Sherly merasa prihatin dengan keadaan teman sekampus mereka asal Papua yang sulit beradaptasi dengan lingkungan dan tampak tidak percaya diri saat berinteraksi dengan teman-teman kampus yang lain.

“Di kampus itu kami ada beberapa teman dari Papua, sepertinya mereka dari Pegunungan Bintang dan Puncak Jaya. Saat ada dalam ruang kuliah saya merasa, kita sama-sama Indonesia tapi kok ada sesuatu yang berbeda yang menjadi ganjalan dalam hati saya kenapa teman-teman dari Papua interaksinya agak sedikit minder, tidak percaya diri saat bergaul dan jika dalam kelas selalu duduk di bagian belakang, sehingga memancing rasa penasaran apa yang sebenarnya terjadi,” kenang Sherly, dikutip Kantor Berita RMOLPapua, Minggu (4/4).

Sama-sama prihatin dengan keadaan itu keduanya kemudian mulai berdoa dan membulatkan tekad untuk mengabdikan diri ke Papua. Padahal mereka tidak tahu harus ke daerah mana di Papua karena sama sekali tidak punya kenalan ataupun relasi di Papua.

Namun jalan mulai terbuka pada 2005 ketika mereka bertemu dengan seorang rekan di Jawa yang pernah melakukan pelayanan di Kabupaten Sorong Papua. Dari situlah pasutri ini memperloleh informasi sebanyak-banyaknya tentang pelayanan dan pengabdian di Tanah Papua.

Sehingga semakin membulatkan tekad mereka untuk melakukan pelayanan di Papua. Pada waktu itu yang menjadi tempat tujuan utama mereka adalah Kabupaten Sorong.

Hingga pada akhir 2006 keduanya akhirnya benar-benar membulatkan tekad untuk berangkat ke Papua dan tiba di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, untuk melakukan pengabdian dengan segala keterbatasan yang mereka punya.

Tiba di Sentani keduanya kemudian mengabdi untuk melakukan pengajaran dan pelayanan untuk masyarakat di Kampung Kehiran, di Distrik Sentani Kabupaten Jayapura.

“Sejak saat itu kami selalu berdoa untuk Sorong, namun rupanya Tuhan berkehendak lain. Tuhan tidak membawa kami ke Sorong, tapi Tuhan sorong kami ke Merauke untuk melakukan pengabdian dan pelayanan dalam membangun sumber daya manusia di Papua. Tuhan bawa kita Merauke,” ucap Sherly

Masa-masa awal pengabdian pasutri ini di Papua ini adalah dengan mengajar untuk masyarakat yang berumur rata-rata 30 sampai dengan 50 Tahun, yang rata-rata belum bisa membaca dan menulis tapi punya semangat untuk menimba ilmu.

Keduanya baru tiba di Merauke pada 2011. Dan pada 2014 akhirnya keduanya menerima visi untuk dapat secara lebih spesifik untuk bisa menjangkau anak-anak di lapangan.

“Tapi waktu itu kita tidak bisa secara langsung menjalankan visi itu karena kami masih memiliki bayi, apalagi kami berjalan sendiri tanpa modal dan sponsor, sehingga kami menunda visi tersebut. Akhirnya pada 2018 kami memutuskan untuk benar-benar menjalan visi tersebut dengan menjual mobil untuk memenuhi segala kebutuhan dan perlengkapan lalu kami memilih Distrik Okaba Kabupaten Merauke sebagai tempat untuk melakukan pelayanan, karena Distrik Okaba merupakan distrik tertua namun dalam hal pendidikan sangat memprihatikan,” beber Sherly.

Sampai di Okaba pasutri ini kemudian memulai melakukan pengabdian dengan mengutamakan program buta aksara dengan dibantu oleh satu orang guru yang didapat dari hasil swadaya dari para donator.

Hingga pada Juli 2020, keduanya sepakat untuk kembali ke Kota Merauke dengan membawa 9 anak-anak Papua yang akan dibinanya.

Sampai di Kota Merauke mereka kemudian menyewa sebuah rumah untuk dijadikan sebagai asrama guna menampung, membina, dan menyekolahkan anak-anak Papua yang dibawa oleh mereka dari Distrik Okaba.

“Sembilan anak yang kami bawa ini adalah anak yang menurut kami unggul. Unggul menurut kami bukan karena mereka lebih pintar atau cerdas ketimbang anak Papua yang lain, melainkan kami melihat tekad dan semangat yang besar untuk belajar dari dalam diri mereka,” jelasnya.

Saat ini pasangan Luther-Sherlu telah memiliki sebuah yayasan yang fokus bergerak dalam bidang kemanusiaan bernama Yayasan Save Generation Centre. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA