Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia harus mengubah paradigma pembangunan ekonomi dari
resource-driven economy menjadi
innovation-driven economy. Hal itu juga dapat mempercepat penanganan pandemi dan dampaknya.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu mengatakan, Kemristek telah menginisiasi Konsorsium Riset dan Inovasi sejak Maret 2020. Konsorsium ini merupakan kolaborasi antara pemerintah, universitas, Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK), industri, diaspora, asosiasi profesional, dan rumah sakit.
Satu tahun berjalan, konsorsium ini telah melahirkan lebih dari 60 produk inovasi yang sedang dan telah dikembangkan untuk penanganan Covid-19. Di anaranya adalah PCR Test Kit, Uji CePAD (Covid-19 Antigen) dari Universitas Padjadjaran, GeNose dari Universitas Gadjah Mada, dan Floked Swab dari UI.
Di samping itu juga terdapat alat kesehatan pendukung seperti ventilator, telah dikembangkan oleh beberapa universitas, seperti Institut Teknologi Bandung, UI, dan yang lain.
“Untuk inovasi terapi, terdapat Convalescent Plasma dan Mesenchymal stem cells, yakni inovasi dari UI yang dapat memperbaiki jaringan paru-paru dan bisa meningkatkan kesembuhan 2,5 kali lipat khusus pasien Covid-19 dengan kategori berat," ujar Bambang dalam sebuah webinar, seperti dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Jumat (26/3).
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Dexa Medica, Ferry A. Soetikno menuturkan bahwa pasar farmasi Indonesia memiliki potensi pertumbuhan yang menjanjikan.
“Kesadaran akan hidup sehat juga meningkat, sehingga kebutuhan konsumen terhadap suplemen preventif memiliki peluang yang besar. Urgensi untuk membangun kemandirian industri bahan baku obat tidak bisa ditawar lagi," kata Ferry.
Hadir dalam webinar tersebut Wakil Direktur IMERI-FKUI, Budi Wiweko, menjelaskan tentang teknologi mahadata (big data) yang menjadi sebuah potensi pelayanan kesehatan di masa mendatang.
Menurutnya, big data akan menjadi suatu jenis pelayanan kesehatan baru. Sumber big data dalam bidang kesehatan diperoleh dari Rumah Sakit, laboratorium, emergency, disease registries, Biobank, dan lain sebagainya.
Nantinya, perpaduan perilaku, manusia, teknologi dan big data akan menghasilkan apa yang disebut “Kedokteran Presisiâ€, yaitu kedokteran yang menyesuaikan dengan kebutuhan pasien, yang dapat memprediksi masa depan kesehatan pasien.
Big data yang telah diolah dapat menjadi ‘model’ dan dapat digunakan untuk pengobatan. Misalnya, dari big data dapat diketahui bahwa dalam 10 tahun ke depan, seseorang dapat mengidap suatu penyakit seperti cenderung rentan darah tinggi, atau rentan mengidap penyakit kanker payudara, dan lain-lain. Ini dapat dipakai sebuah negara untuk mengelola kesehatan daerahnya melalui apa yang disebut “presisi public healthâ€.
Dengan begitu, tenaga kesehatan di masa depan akan sangat dibutuhkan kemampuan dalam bidang teknologi, perilaku manusia, dan pemahaman data.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: