Pasalnya, tanah milik Safiq, warga Kabupaten Bengkulu Tengah ini, disebut-sebut sebagai tanah hibah. Bukan dari hasil proses jual beli antara Safiq dan Abdul Rani, sang pemilik sebelumnya.
Seperti dijelaskan kuasa hukum Safiq, Anatasya Pase, pada 2015 telah terjadi jual beli antara kliennya dengan pemilik tanah sebelumnya.
Setelah transaksi selesai, munculah program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) yang kemudian pihaknya mengajukan permohonan untuk pembuatan dokumen sertifikat tanah dengan bantuan perangkat desa setempat.
Namun, setelah proses pembuatan sertifikat tanah tersebut diduga ada upaya pemalsuan dokumen yang dilakukan P-M. Di mana tanah kepemilikan Safiq disebut sebagai tanah hibah dan terancam tak dapat ganti rugi atas pembangunan jalan tol.
"Atas kejadian ini kita melaporkan seseorang berinisial P-M ke Polda Bengkulu yang diduga telah melakukan pemalsuan dokumen tanah milik Safiq ini," ujar Anastasya, kepada
Kantor Berita RMOLBengkulu, Kamis (11/3).
Lanjut Anatasya, kasus ini juga telah masuk dalam gugatan perdata di pengadilan negeri Argamakmur, Kabupaten Bengkulu Utara dengan penggugat adalah P-M sendiri.
"P-M selaku penggugat menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah hibah. Akibatnya Safiq tidak bisa meminta ganti rugi lahan atas pembangunan jalan tol yang saat ini tengah dibangun," sambungnya.
Akibat pemalsuan dokumen tersebut, kerugian yang dialami Safiq atas kasus ini ditafsir mencapai Rp 1 miliar dan terancam tidak mendapatkan ganti rugi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.