Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KNPI Dampingi Warga Muara Kiawai Rebut Tanah Ulayat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 02 Maret 2021, 19:58 WIB
KNPI Dampingi Warga Muara Kiawai Rebut Tanah Ulayat
Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama/Net
rmol news logo Pendampingan tengah dilakukan Tim Hukum Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) terhadap pemilik tanah ulayat dari 4 kaum Datuk Ninik Mamak di Muara Kiawai, Kecamatan Gunung Tuleh, Pasaman Barat.

Ketua Umum DPP KNPI, Haris Pertama mengurai bahwa selain membela hak-hak perdata mereka, tim KNPI juga melakukan pendampingan empat penduduk dari kelompok mereka yang dijadikan tersangka oleh Polres Pasaman Barat.

Mereka dilaporkan PT AGR dengan dalil melanggar Pasal 55 dan Pasal 107 UU 39/2014 tentang Perkebunan. Hal itu berkaitan dengan aksi berdemo di tanah ulayatnya sendiri, yaitu perkebunan kelapa sawit seluas 320 hektare.

Demonstrasi tutup jalan tersebut dilakukan untuk menghentikan kegiatan perkebunan panen di hutan lindung.

Berkas pemeriksaan mereka disebutkan sudah P21 dan akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pasaman Barat.

Sementara Polda Sumatera Barat sudah melakukan penyelidikan dan membenarkan lokasi kebun PT AGR lebih kurang 75 hektare ada di hutan lindung.

“Dan telah di panen berpuluh tahun oleh perusahaan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (2/3).

Menurut Haris, saat berdemo pemilik tanah ulayat tidak membawa atau mengambil kelapa sawit satu kilo pun. Kegiatan tersebut murni demonstrasi agar tanah ulayat mereka tidak dijadikan jalan untuk praktik-praktik pelangaran di hutan lindung.

“Dan, itu jalan merupakan milik tanah ulayat, bukan PT AGR,” tegasnya.

Sebelum laporan polisi yang dibuat oleh PT AGR di September 2020, masyarakat adat sebenarnya pada tanggal 28 Agustus 2020 sudah mendatangi Polres Pasaman Barat untuk melaporkan tindak pidana dari PT AGR terkait penjarahan hutan lindung dan penipuan hak atas adat. Namun laporan tersebut diterima hanya dengan bentuk Laporan Pengaduan bukan Laporan Polisi.

“Ada 4 butir pengaduan yang sangat penting. Namun saat ini laporan pengaduan tersebut mandek. Bahkan masyarakat harus buat laporan polisi di Polda pada tanggal 8 September 2020 tentang hutan lindung, baru kemudian turun tim penyidik polda ke lokasi, dan terbukti area kebun PT AGR ada di hutan lindung sekitar 75 hektare,” urainya.

Haris menjelaskan bahwa HGU masih dalam proses pengajuan perusahaan tersebut ke Kanwil BPN Sumatera barat. Hal itu diketahui setelah pihaknya bersurat di bulan November 2020 ke Kakanwi BPN Sumbar.

Surat balasan yang datang pada 17 Februari 2021 menjelaskan bahwa perusahaan itu belum diberikan HGU di Muara Kiawai. Perusahaan baru mengajukan dan masih di tahapan Pengukuran.

“PT AGR, untuk proses permohonan HGU tersebut, meminta surat dukungan dari ke empat datuk yang empat warganya di lapor polisi oleh mereka, untuk proses hak atas tanah yang berbentuk HGU tersebut. Ini kan lucu, berarti benar dong kalau masyarakat itu berdemo di tanahnya sendiri yang saat ini sudah menjadi perkebunan kelapa sawit dan sedang dimintakan oleh pelapor untuk hak atas tanah. Ini ada apa?” tanyanya.

Haris berharap aparat penegak hukum di Pasaman Barat berlaku adil dan kembali memeriksa landasan hukum PT AGR yang tidak punya hak atas tanah perkebunannya di Muara Kiawai, serta soal izin usaha perkebunan yang diduga cacat hukum. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA