Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuparisa mengatakan, sejak awal rencana pembangunan PLTP tersebut sudah terjadi masalah. Seharusnya pengerjaannya tidak dapat dilanjutkan.
"Pada April 2016, komunitas Mandailing perantauan sudah mempertanyakan ke Kementerian ESDM terkait akuisisi 100 persen TP SMGP kepada KS Orka (Singapura). Mereka merasa dicurangi karena PT SMGP hanya jadi agen asing untuk menguasai lahan di Mandailing Natal," katanya, Selasa (26/1), dikutip
Kantor Berita RMOLSumut.
Ditambahkan Doni, bahkan jauh sebelumnya yakni pada 9 Desember 2014, Bupati Mandailing Natal sudah membekukan izinnya dengan pertimbangan perusahaan ini membuat masyarakat menjadi korban dan tahap eksplorasi sudah merusak lingkungan hidup.
Namun izinnya kembali dikeluarkan oleh Kementerian ESDM pada April 2015.
"Di dalam Permen ESDM no 37 Tahun 2018 tentang Penawaran wilayah kerja panas bumi, pemberian izin panas bumi dan penugasan pengusahaan panas bumi. Pemegang izin berkewajiban memahami dan menaati K3 baik terhadap warga juga masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Selain itu perusahaan juga wajib melakukan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di lokasi PLTP," sebutnya.
Atas kejadian kebocoran gas yang berujung kematian 5 warga sekitar, Walhi menilai perusahaan tidak mampu menjalankan kewajibannya terhadap peraturan tersebut.
"Kami berharap Kementerian ESDM bisa mengambil sikap dengan mengevaluasi izin PLTP ini, karena tidak menutup kemungkinan ke depan akan semakin banyak yang akan menjadi korban, baik masyarakat juga lingkungan," demikian Doni Latuparisa.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: