Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

FPI Dibubarkan, Putri Gus Dur Kenang Cerita Batu Dan Sajam 10 Tahun Lalu

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Rabu, 30 Desember 2020, 22:53 WIB
FPI Dibubarkan, Putri Gus Dur Kenang Cerita Batu Dan Sajam 10 Tahun Lalu
Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida atau yang akrab disapa Alissa Wahid/Net
rmol news logo Pembubaran organisasi masyarakat Front Pembela Islam menjadi topik hangat sepanjang hari Rabu ini (30/12).

Tak terkecuali putri sulung Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahida atau yang akrab disapa Alissa Wahid yang juga memberikan perhatian pada pembubaran FPI.

Koordinator Jaringan Gusdurian ini menuturkan, dia teringat peristiwa penolakan masyarakat terhadap FPI lantaran ormas tersebut kerap melakukan aksi kekerasan.

"Menyimak konpers Kemenkopolhukam, jadi ingat turun ke jalan tahun 2010-2011 dengan tagar #IndonesiaTanpaFPI karena FPI berkali-kali melakukan aksi kekerasan," kata Alissa Wahid di akun Twitternya, Rabu (30/12).

"Ingat banget aksi #IndonesiaTanpaFPI di Bunderan HI, agak ricuh, @fullmoonfolks digebukin, dibawa ke Polda Metro, saya temenin, untung ada video jurnalis, dicari provokatornya dari situ, ternyata orang FPI yang di tasnya bawa batu dan sajam," imbuhnya.

Alissa mengaku terobsesi untuk meneruskan perjuangan sang ayah ketika FPI menyerang Kampung Ahmadiyah.

"Tipping point saya terobsesi meneruskan perjuangan Gus Dur terjadi ketika FPI menyerang Kampung Ahmadiyah di ManisLor, orang-orang Ahmadiyah via telpon menangis 'kami akan bertahan sampai mati. Seandainya masih ada Gus Dur, pasti beliau besok pagi sudah berdiri di depan gerbang kami'," cuitnya.

Alissa juga mengatakan bahwa pelarangan sebuah organisasi tidak akan menyelesaikan persoalan, kalau tidak disertai dengan memenangkan perang ideologi.

Di sisi lain, Alissa juga mengungkapkan bahwa Gus Dur pernah menulis pembelaannya kepada hak asasi Habib Rizieq dalam pemrosesan hukumnya.

"Proses semua kasus kriminalnya tanpa harus melanggar hak manusianya," turunya.

Lebih lanjut, Alissa mengatakan bahwa membandingkan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Front Pembela Islam (FPI) ibarat langit dan bumi.

Bagi dia, kiai NU mengajarkan bahwa mencegah perbuatan buruk tidak bisa dilakukan dengan yang buruk pula. Tetapi harus dilakukan dengan cara yang baik.

"Nahiy munkar tidak bisa bil munkar, tapi harus bil ma'ruf. Bagamana mungkin nahiy munkar dengan kekerasan," kata Alissa.

Menurutnya, di sebuah negara republik, tugas untuk melawan kemungkaran menjadi wewenang pemerintah untuk menghindari klaim kebenaran dan pertikaian antar rakyat.

"Di negara republik, nahiy munkar diserahkan kepada umaro' untuk menghindari klaim kebenaran dan pertikaian antar rakyat. Di situ NU dan FPI berbeda langit bumi," demikian Alissa. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA