Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Batik Air Dilarang Terbang Ke Pontianak Karena Lima Penumpang Covid, Alvin Lie: Sangat Tidak Adil

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 25 Desember 2020, 17:37 WIB
Batik Air Dilarang Terbang Ke Pontianak Karena Lima Penumpang Covid, Alvin Lie: Sangat Tidak Adil
Anggota Ombudsman Alvin Lie/Net
rmol news logo Sanksi yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) terhadap maskapai penerbangan Batik Air dinilai tidak adil oleh anggota Ombudsman, Alvin Lie.

Larangan terbang selama 10 hari dari Jakarta ke Pontianak dikeluarkan oleh Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kalbar kepada Batik Air setelah lima penumpangnya dinyatakan terinfeksi Covid-19.

Lima penumpang dari Bandara Soekarno-Hatta yang membawa surat keterangan hasil uji Covid-19 negatif itu dinyatakan terpapar ketika dites di Bandara Soepadio.

Melalui pesan suara yang diterima oleh Kantor Berita Politik RMOL pada Jumat (25/12), Alvin menegaskan pihak maskapai dan bandara tidak dapat dipersalahkan dari kejadian tersebut.

Pasalnya, pengujian Covid-19 tidak dilakukan oleh pihak maskapai maupun bandara. Selain itu, validasi pun dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).

"Pihak airline maupun pihak bandara sama sekali tidak punya hak, tidak punya wewenang untuk memeriksa, menguji, memvalidasi surat keterangan tersebut," jelas Alvin.

"Jadi kalau pemerintah provinsi Kalbar menjatuhkan sanksi pada airline, itu sungguh sangat tidak bijak, sangat tidak adil," lanjutnya.

"Seharusnya yang dikenakan sanksi adalah KKP Kementerian Kesehatan yang ada di Bandara Soekarno Hatta," imbuh dia.

Selain itu, Alvin juga mengingatkan insiden tersebut terjadi ketika pemerintah masih memberlakukan rapid test antibodi, bukan antigen.

Surat keterangan hasil uji rapid test antibodi sendiri pada waktu itu berlaku selama 14 hari. Sehingga menurutnya, banyak kemungkinan paparan yang terjadi setelah pengujian hingga keberangkatan.

Dalam insiden tersebut, Alvin juga menyoroti pemberlakuan sanksi penerbangan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pemerintah provinsi.

Ia menuturkan, satu-satunya pihak yang menerbitkan izin rute penerbangan adalah Kementerian Perhubungan, dalam hal ini Direktoral Jenderal Hubungan Udara.

"Bgaimana pemprov dapat melakukan hal-hal yang bukan wewenangnya. Ini adalah maladministrasi, penyalahgunaan kewenangan, berbuat di luar kewenangan, dan berbuat sewenang-wenang," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA