Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Puluhan Tahun Tinggal Di Gubuk Reyot, Suami-Istri Warga Tangsel Tak Pernah Tersentuh Bantuan Pemerintah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 20 Desember 2020, 02:10 WIB
Puluhan Tahun Tinggal Di Gubuk Reyot, Suami-Istri Warga Tangsel Tak Pernah Tersentuh Bantuan Pemerintah
Susanti, warga miskin Tangsel yang tinggal di rumah reot tanpa pernah mendapat bantuan pemerintah/RMOLBanten
rmol news logo Di balik berbagai penghargaan yang diraih Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany dan Wakil Walikota Benyamin Davnie, tersimpan cerita miris masyarakat yang hidupnya masih jauh dari kata sejahtera.

Seperti penghargaan Kota Layak Huni yang pernah diberikan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) kepada Pemkota Tangsel pada 2017.

Sayang, penghargaan tersebut tak sesuai dengan fakta di lapangan. Kenyataannya, pasangan suami istri bernama Narun dan Mursih Susanti, warga RT 005/006, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Tangsel menjalani hidup yang jauh dari kata layak.

Keduanya tinggal di rumah seadanya dengan ukuran 50 meter persegi yang hanya beralaskan semen dan beratap asbes dengan tiang penyangga bambu.

Saat hujan tiba, Narun yang tengah sakit infeksi paru-paru dan Susanti menderita kanker payudara harus waswas. Terlebih jika hujan disertai angin kencang menerpa rumahnya. Sebab, tempat tinggal yang sudah ditempatinya sejak tahun 1999 atau 21 tahun lebih itu bisa ambruk dan membahayakan mereka.

Ditambah lagi, ketika hujan deras membuat selokan yang berada di sekitar rumahnya meluap, tempat tinggalnya bisa terendam dan memaksa mereka mengungsi ke rumah saudaranya.

Namun, yang paling mengenaskan, Narun dan Susanti ternyata tak pernah tercatat ke dalam penerima bantuan pemerintah.

Toh, di tengah keterpurukan ekonomi yang dialaminya, Narun dan Susanti masih tetap berusaha menyekolahkan dua anaknya hingga tuntas. Meski, ijazah anak pertama tak bisa ambil karena masih terdapat tunggakan Rp 7 juta.

Saat disambangi Kantor Berita RMOL Banten, Susanti mengaku hanya pernah sekali menerima bantuan dari Badan Amin Zakat Nasional (Baznas).

"Sempat bantuan dari Baznas, sekarang dapet bantuan aja harus minta kalau enggak diminta enggak dapat," ujar Susanti.

Masih kata Susanti, ia justru dimarahi oleh RT yang sebelumnya jika ada yang menyambangi rumahnya untuk memberikan bantuan.

"Ini saya sering diomelin, kalau ada yang datang buat bantu saya. Katanya RT (saya) disuruh sabar, nanti juga ada bantuan. Jangan bikin malu wilayah Cempaka Putih," katanya mengikuti ucapan ketua RT yang sebelumnya.

Demi menyambung hidup dan biaya pengobatan mereka, sang suami yang sudah kurus terpaksa harus bekerja menjaga keamanan wilayah sekitar.

"Suami ngeronda sebulan dapet Rp 600 ribu, ditambahin Rp 100 ribu jadi sebulan dapet Rp 700 ribu. Ya cukup buat biaya pengobatan suami saja. BPJS juga sudah lama enggak dibayar, jadi kalau butuh obat datang ke Puskesmas nunjukin KTP," tutur Susanti.

Bahkan, untuk makan sehari-hari, mereka kerap dibantu anak keduanya yang sudah berkeluarga yang selalu mengirim makanan dan uang.

"Makan dapat kiriman dari anak yang sudah keluarga. Kalau pakai gaji suami dari hasil ngeronda enggak cukup, belum buat berobat," terangnya.

Kini, Narun dan Susanti hanya bisa berharap sebagai warga ber-KTP Tangsel bisa mendapat perhatian dari pemerintah kota (Pemkot) Tangsel.

"Saya mah pinginnya masuk ke PKH (Program Keluarga Harapan), saya enggak masuk ke PKH soalnya," harap Susanti. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA