Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PKH Tidak Sampai Di Tangan, Warga Brondong Lamongan Minta Kemensos Turun Tangan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Kamis, 03 Desember 2020, 04:23 WIB
PKH Tidak Sampai Di Tangan, Warga Brondong Lamongan Minta Kemensos Turun Tangan
Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong, Lamongan/Net
rmol news logo Kementerian Sosial diminta turun tangan dalam menangani ketidakberesan dalam penyaluran Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pasalnya, banyak keluarga miskin yang seharusnya menerima bantuan tersebut tidak menerima karena diduga diselewengkan oknum tertentu.

"Kami minta Kemensos turun tangan dalam mengawasi penyaluran PKH di sini karena diduga banyak yang tidak beres," ujar Sumiyani, warga Dusun Wide, Desa Sendangharjo, Kecamatan Brondong dalam keteranganya, Kamis (3/12).

Sumiyani mengungkap ketidakberesan penyaluran PKH bermula pada akhir 2017. Saat penyaluran berganti menjadi sistem transfer melalui perbankan.
Padahal, saat bantuan secara tunai berjalan lancar tidak ada hambatan sama sekali.

"Saya menerima uang tunai Rp 200 ribu melalu kantor pos," katanya.

Kata wanita 40 tahun ini, masalah terjadi ketika seluruh ATM warga penerima PKH dipegang oleh kepala koordinator di masing-masing desa. Khususnya penerima yang berusia lanjut.

"Kami sama sekali tidak pegang apapun," ketusnya.

Anehnya setelah tiga tahun tiba-tiba para koordinator PKH di tingkat desa memberikan kartu ATM kepadanya.

"Pemberian kartu baru dilakukan bulan November ini," keluh penerima PKH yang hidup serba kekurangan ini.

Curiga dengan keanehan itu, Sumiyani dan beberapa warna penerima PKH akhirnya mendatangi bank untuk mencairkan dana PKH. Betapa terkejutnya dia karena ternyata tidak ada uang sepeserpun yang ada di ATM.

"Akhirnya saya minta print out rekening koran selama 3 tahun lalu," kata dia.

Hasilnya, dikatakan Sumiyani, ada penarikan uang sebesar Rp 9.400.000 selama rentang waktu 3 tahun. Padahal uang itu merupakan haknya yang diberikan pemerintah sebesar Rp 800 ribu setiap 3 bulan.

"Saya langsung lapor kepala desa untuk menyelesaikan masalah ini," ucapnya.

Tak sendirian, ternyata tetangganya juga mengalami peristiwa serupa dengan kerugian bervariasi. Sebut saja Nafsiah (70) juga kehilangan uang sebesar Rp 8.633.000.

Yang paling tragis dialami Ratisih. Wanita 80 tahun itu juga tidak menerima uang sebesar Rp 11 juta yang menjadi haknya dari pemerintah.
"Saat ini beliau sudah meninggal. Saya nggak tahu penyelesaianya seperti apa," ujarnya.

Dengan adanya ketidak beresan ini, Sumiyani mengadu ke kepala desa. Selanjutnya pihak desa memanggil para kepala koordinator PKH di tingkat desa.

Setelah dipanggil, mereka akhirnya mengakui menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan akan mengganti rugi dalam jangka waktu yang tidak pasti.

Padahal, dirinya sangat membutuhkan uang itu untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Apalagi suaminya sudah tidak bekerja lagi.

"Semoga masalah ini bisa menjadi perhatian pemerintah dan bisa dicari solusinya," harap Sumiyani. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA