Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar mengatakan bahwa kendala itu tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19.
"Selain itu, faktor minimnya keterlibatan dan ketertarikan kontraktor Jepang menyebabkan posisi tawar kontraktor Jepang, khususnya untuk paket
railway systems dan
rolling stock menjadi sangat tinggi,†ujarnya kepada wartawan, Senin (19/10).
Untuk menyiasati hal itu, tahapan operasional MRT Jakarta Fase 2A telah dibagi menjadi dua. Segmen pertama dari Bundaran HI hingga Harmoni yang ditarget akan selesai pada Maret 2025.
Sedangkan segmen kedua dari Harmoni hingga Kota yang kemungkinan besar targetnya akan bergeser ke pertengahan 2027.
Kegagalan pengadaan CP202 terjadi akibat dari risiko konstruksi lapangan yang cukup tinggi, ditambah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di mana dari hasil evaluasi, peserta lelang meminta waktu penyelesaian proyek yang lebih panjang.
“Kondisi seperti ini terjadi karena pembangunan MRT Fase 2 dibiayai oleh JICA ODA Loan dengan skema Special Terms for Economic Partnership (Tied Loan) sehingga sangat terikat dengan kriteria Kontraktor Utama harus berasal dari Jepang,†jelas William Sabandar.
Agar proyek fase 2A tersebut dapat berjalan lancar, pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang sedang melakukan koordinasi dan penjajakan tingkat tinggi.
PT. MRT mengharapkan agar pemerintah Jepang dapat lebih kuat lagi mendorong pelaku industri perkeretaapian di Jepang untuk terlibat dalam proyek MRT Jakarta fase 2A ini.
"Jika minat pelaku industri di Jepang kurang, maka opsi pengadaan melibatkan kontraktor internasional lainnya dari luar Jepang kiranya dapat dibuka dan disetujui bersama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Jepang," tutup William.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: