Pengamat politik dan ilmu pemerintahan, Diding Bajuri menilai bahwa selama ini demokrasi di Indonesia masih menjadi alat permainan kepentingan dan kekuasaan semata, sedangkan rakyat masih menjadi klaim untuk menjustifikasi kepentingan dan kekuasaan tersebut.
"Sampai saat ini demokrasi kita belum sepenuhnya menjadi alat untuk merefresentasikan harapan dan kepentingan rakyat," ujar Diding kepada
Kantor Berita RMOLJabar, Selasa (15/9).
Dikatakan Diding, rakyat terkadang masih sering dibodohi dan bahkan dikhianati dengan bernaung di dalam proses demokrasi.
"Harapan ke depan, demokrasi bukan hanya sekedar penyambung pesan rakyat, tetapi dengan mekanisme demokrasi tersebut bagaimana pesan pesan rakyat tersebut dapat diwujudkan serta direalisasikan," ucap Diding yang juga Wakil Rektor Universitas Majalengka.
Fenomena saat ini, sambungnya, demokrasi hanya menjadi arena pertarungan dan bahkan perjudian bagi para cukong dalam menguasai para penguasa untuk berbagai kepentingannya.
"Sampai hari ini banyak cukong dan pemodal serta pengusaha yang masuk di arena ini, bukan semata-mata untuk kepentingan demokrasi tapi menjadikan demokrasi untuk mewujudkan kepentingannya sendiri," tegasnya.
Ketika disinggung terkait adanya presidential threshold yang saat ini diterapkan di Indonesia, dia menilai hanya sebagai alat untuk menjaga kepentingan para partai politik besar dalam menekan kelangsungan hidup parpol kecil.
"PT lebih pada manuver parpol besar untuk menghambat laju parpol kecil dalam hal pencalonan presiden. Juga pengaruhnya bisa positif dan negatif tergantung persentase PT yang ditetapkan," jelasnya.
"Sepanjang penetapan PT menganut prinsip keadilan dan kesetaraan di antara parpol maka berdampak positif untuk pembangunan iklim demokrasi yang lebih sehat dan kondusif," tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: