Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dinilai Cacat Hukum, Walhi Minta WH Cabut Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 -10

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Kamis, 06 Agustus 2020, 04:40 WIB
Dinilai Cacat Hukum, Walhi Minta WH Cabut Izin Lingkungan PLTU Jawa 9 -10
Ilustrasi PLTU/Net
rmol news logo Surat keberatan atas izin lingkungan PLTU Jawa 9 dan 10 di Suralaya, Banten disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) kepada gubernur Banten Wahidin Halim (WH).Dasar dari pengiriman surat ini yaitu Pasal 92 Undang Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Dalam suratnya, Walhi menyertakan beberapa alasan keberatan antara lain, amdal PLTU Jawa 9 dan 10 mengandung kecacatan hukum dan kekeliruan informasi.

Kemudian Izin Lingkungan Jawa 9 dan 10 tidak dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15/2019 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal, dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan Izin Lingkungan lemah .

"Dengan surat keberatan ini, kami menuntut agar Gubernur Banten menunda dan mencabut izin lingkungan PLTU Jawa 9 dan 10. Proyek pembangunan ini hanya akan mendatangkan mudarat dan akan merugikan lingkungan hidup,” ungkap Ronald Siahaan, dari Walhi Nasional, Rabu (5/8) seperti dikutip dari Kantor Berita RMOLBanten.

Adanya PLTU Jawa 9 dan 10, diurai Ronald akan menambah daftar panjang PLTU batubara yang mengelilingi ibukota Jakarta.

Tahun lalu, Jakarta mendapat predikat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia karena banyaknya PLTU batubara yang yang beroperasi di sekitar Jakarta, termasuk Banten.

Selain itu, data Kemenkes 2018 menunjukkan Provinsi Banten merupakan 5 teratas provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi, sementara berdasarkan data Dinas Kesehatan Cilegon pada tahun 2019, mencatat bahwa penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Cilegon adalah ISPA dengan 39.455 kasus.  

Analisis model dampak kesehatan rencana pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 oleh Greenpeace Indonesia menemukan, PLTU ini dapat mengakibatkan 4.700 kematian dini selama masa operasinya.

Hal ini, kata Ronald menggambarkan bahwa proyek Jawa 9-10 akan semakin menambah beban ekologis Banten. Terlebih, saat ini pesisir Banten memiliki tingkat kerawanan bencana yang cukup tinggi.

"Jika tetap dilaksanakan, maka kerentanan ekosistem pesisir semakin bertambah. Dengan demikian, keberadaan PLTU juga akan menambah kerentanan wilayah dan masyarakat terhadap bencana ekologis yang disebabkan dari akumulasi kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup," bebernya.

Maka merencanakan proyek atau pembangunan yang membebani lingkungan hidup tinggi sama halnya dengan sedang merencanakan bencana, memberikan izin lingkungan sama halnya dengan mempersilahkan” Banten dikepung bencana.   

Di samping itu, kata Ronald studi pra-kelayakan dari lembaga pengembangan Korea Selatan menilai proyek PLTU Jawa 9 dan 10 tidak menguntungkan dari segi bisnis.

Selain Korea Electric Power Corporation (KEPCO), lembaga keuangan publik Korea Selatan seperti Korea Development Bank (KDB), Korea Expor Impor Bank (KEXIM), Korea Trade Insurance Corporation (K-Sure) memiliki andil besar dalam mendanai pembangunan PLTU batubara Jawa 9 dan 10.

Beberapa bank di Asia juga terlibat dalam kredit sindikasi untuk pembiayaan pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10. Manajer sindikasi kredit untuk PLTU Jawa 9 dan 10 adalah DBS Singapura.

Bank dari Malaysia juga diketahui terlibat sebagai peserta sindikasi yaitu CIMB dan Maybank, juga Bank of China, Tiongkok. Sedangkan dari Indonesia, bank yang terlibat adalah Bank Mandiri, BNI dan Indonesia Eximbank. Selain itu, Bank Hana dari Korea Selatan juga terlibat dalam kredit sindikasi ini.

Bersama mitranya di Indonesia, dikatakan Ronald PLN, para investor tersebut hanya akan menderita kerugian apabila PLTU Jawa 9 dan 10 menjadi aset terlantar.

Sementara itu, SEA Energy Finance Campaigner dari Market Forces, Binbin Marianamenyampaikan investasi pada proyek yang memiliki cacat hukum dan berpotensi atas pembatalan izin lingkungan merupakan keputusan yang sangat tidak rasional.

Masalah ini akan berdampak pada proses pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10, sehingga proyek ini berpeluang menjadi aset terlantar yang dapat merugikan para investor.

"Tidak ada satupun hal positif dari proyek PLTU Jawa 9 dan 10. Proyek ini hanya akan menambah panjang sejarah degradasi kualitas udara dan penurunan mata pencaharian bagi komunitas terdampak di Indonesia, selain memperkeruh dampak fatal perubahan iklim,” katanya.  

Pengampanye Energi dan Urban WALHI Eksekutif Nasional Dwi Sawung mengatakan dalam laporan kuartal I 2020, PLN rugi Rp 38,8 triliun dan terjerat utang mencapai Rp 500 triliun sehingga sangat memerlukan suntikan dana dari pemerintah.

Buruknya kondisi keuangan PLN ini terjadi karena praktik bisnis buruk di PLN sejak puluhan tahun silam, perjanjian jual-beli listrik dengan klausul take or pay, berarti PLN akan terus membeli listrik dari pihak swasta meski tidak dibutuhkan. Klausul ini masih dipakai dalam program listrik 35.000 MW.

"Sebagai proyek yang masuk dalam program 35.000 MW, pembangunan PLTU Jawa 9 dan 10 tentu saja akan menambah beban keuangan PLN," ujarnya.

Sementara, kondisi pertumbuhan konsumsi listrik jauh di bawah perkiraan, sehinggapembangkit ini tidak diperlukan dalam sistem kelistrikan Jawa-Bali.

"PLN tetap akan membayar listriknya atau pilihan lain mematikan pembangkit milik PLN untuk mengurangi kerugian. Kerugian ini seolah-olah ditanggung PLN, padahal  negara-dengan menggunakan uang pajak masyarakat, yang akan menanggung kerugian tersebut seperti yang terjadi dua dekade lalu," pungkasnya.rmol news logo article 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA