Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Parade Nusantara: Tidak Berhak Kelola Dana Desa, Kewenangan Kemendes Diamputasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Kamis, 16 Juli 2020, 16:09 WIB
Parade Nusantara: Tidak Berhak Kelola Dana Desa, Kewenangan Kemendes Diamputasi
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara, Dimyati Dahlan/Net
rmol news logo Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dianggap tidak lagi memiliki peran pengaturan dalam pengelolaan dana desa (DD).

Pasalnya, aturan hukum yang mengatur fungsi dan peran Kemendes PDTT terkait dana desa telah dinyatakan tidak berlaku menurut Undang-Undang (UU) Corona.

Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Persatuan Rakyat Desa (Parade) Nusantara, Dimyati Dahlan. Menurut Dimyati, hilangnya kewenangan Kemendes itu merujuk pasal 28 ayat 8 UU Corona yang menyebut pasal 72 ayat (2) dan pasal 72 ayat (1) huruf (b) UU 6/2014 tentang Desa beserta penjelasannya dinyatakan tidak berlaku.

"Artinya, dana desa yang bersumber dari APBN 'versi' UU 6 Pasal 72 ayat (2) sudah tidak ada, sementara fungsi sebagaimana Perpres 12/2015 tentang Kemendes, Kemendes fungsinya mengatur dana desa, Kemendes PDTT mau kerja apa kalau payung hukumnya tidak ada?" kata Dimyati, Kamis (16/7).

Dimyati menjelaskan Kemendes itu ada karena UU Desa. Sementara roh UU Desa itu ada dalam pasal 72 ayat (2). Kemendes bekerja mengatur prioritas dana desa atas perintah Peraturan Pemerintah (PP) 22/2015 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN.

Tepatnya pasal 21 ayat (1) yang berbunyi "Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menetapkan prioritas penggunaan dana desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran".

Perintah pengaturan dana desa itu juga diatur dalam PP 22/2015 dan Perubahan PP 60/2014 tentang DD. "PP itu ada melaksanakan perintah pasal 72 ayat (2) UU Desa, kalau pasal itu (72 ayat 2) UU Desa) tidak berlaku, Kemendes ya buyar," tuturnya.

Dimyati juga menilai kewenangan Kemendes dalam mengelola mengatur menetapkan prioritas dana desa untuk bantuan langsung tunai (BLT) selama tiga bulan di masa pandemi Covid-19 juga gugur.

Sebab, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Permendes PDTT) No. 6/2020 dan No. 7/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2020 sebagai payung hukum pelaksanaan BLT tidak punya kekuatan hukum mengikat sebagaimana pasal 8 UU 12/2011.

Kewenangan Kemendes juga teramputasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2020 tentang Pengelolaan Dana Desa yang terbit pada 19 Mei 2020. Dalam PMK itu mengatur pelaksanaan pemberian BLT selama enam bulan di masa pandemi Covid-19.

"Secara tidak langsung, Permendes itu (yang mengatur BLT tiga bulan di masa pandemi) gugur dengan sendirinya tidak memiliki kewenangan," ungkap Dimyati.

Berdasarkan pasal (8) UU 12/2011, "Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Menteri, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan Peraturan Menteri Keuangan.

PMK 50/2020 itu memiliki pijakan yang lebih kuat untuk dijalankan ketimbang Permendes. Hal itu juga merujuk pada pasal 2 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 yang berbunyi; Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Menurut Dimyati, dari ketentuan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa peran dan fungsi Menteri Desa PDTT sejatinya telah hilang dalam pengaturan dana desa.

"Menteri desa itu seperti bapaknya wong deso. Bapak dan anak sama sama terkena dampak UU 2/2020," ujar mantan aktivis antikorupsi asal Madiun ini.

Sementara itu, UU Corona yang menimbukan ketidakpastian dana desa itu tengah digugat oleh sejumlah kepala desa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dimyati menyebut, total pemohon gugatan uji materi (judicial review) kini menjadi 27 dari sebelumnya hanya dua orang. Pemohon itu berlatar belakang kepala desa dan badan permusyawaratan desa (BPD) yang berasal dari 21 desa di 12 kabupaten dan 7 provinsi di Indonesia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA