Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ubi Kayu, Alat Perkuat Ikatan Silaturahmi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Senin, 18 Mei 2020, 12:28 WIB
Ubi Kayu, Alat Perkuat Ikatan Silaturahmi
Silaturahmi tokoh Katolik Yogyakarta ke Ponpes Sabilulhuda, Sleman/Istimewa
rmol news logo Boleh jadi banyak yang memandang sepele terhadap ubi kayu. Dianggap makanan kampungan yang kalah keren dari makanan siap saji buatan luar.

Padahal, di balik kesederhanaannya sebagai tumbuhan yang sangat mudah ditanam, ubi kayu menyimpan potensi sebagai sarana memperkuat ikatan silaturahmi.

Fakta bahwa ubi kayu bisa jadi sarana memperkuat silaturhami terlihat di Pakem, Sleman, Yogyakarta pada Minggu (17/5), saat warga Pondok Pesantren Sabilulhuda menerima rombongan dari tokoh Katolik Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut 1.500 bibit ketela pohon alias ubi kayu diserahkan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Sabilulhuda, KH Sigit Hidayat Nuri.  

Para tokoh Katolik yang menyambangi Ponpes Sabilulhuda antara lain Romo Ferdinandus Effendi Kusuma Sunur SJ yang keseharian berkarya sebagai Romo Mahasiswa di Kevikepan DIY, Romo Antonius Banu Kurnianto Pr selaku Romo Paroki Santa Maria Asumpta, Pakem Sleman, dan Benedictus Belariantata  sebagai Ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia Sleman.

Hadir pula dalam pertemuan tersebut Makruf Wahyu yang dikenal dengan sebutan Gus Makruf.

"Ternyata corona tak hanya membawa duka tapi juga membawa suka cita. Satu refleksi bahwa memang kita berasal dari roh yang sama yang membuat kita terhimpun satu sama lain," ungkap Romo Ferdinandus Effendi Kusuma Sunur, Minggu (17/5).

Sementara Gus Makruf yang mewakili Pondok Pesantren menegaskan, pademik Covid itu menyerang siapa saja, tidak membedakan agama, suku, ras atau penduduk mana. Dan dampak yang ditimbulkan Covid telah meluluhlantakan semua sendi kehidupan manusia tanpa terkecuali. Termasuk hubungan kekerabatan, kemasyarakatan, dll.

“Justru di sinilah sebenarnya kita semua tanpa dipandang latar belakang, asal usul seseorang, menghadapi musuh bersama dan harus dicarikan jalan keluar bersama. Ini memberi pelajaran bagi kita semua, apa pun agamamu, apa pun sukumu, apa pun kebangsaanmu, penderitaan kita sama. Dan justru di sinilah, tali silaturahmi harus diperkuat untuk menghadapi penderitaan,” tegas Gus Makruf.

Sedangkan makna dari bibit ketela pohon ini, Gus Makruf menambahkan, bukan sekeaar bibit tetapi justru kehidupan. Ketela pohon relatif cepat menghasilkan dibandingkan tanaman-tanaman pangan lainnya. Ini artinya, tegas Gus Makruf, kehidupan manusia dan hubungan kemasyarakatan tanpa sekat harus segera dipulihkan dengan cara yang sederhana dan bukan dengan cara yang sulit.

“Ini menjadi media kita untuk mengenal satu sama lain secara lebih baik. Sekaligus, dari tanaman itu nanti bisa menarik mata air sekaligus orang mendapatkan manfaat. Ketela ini juga bagian dari konsep kita karena ketela ini ketahanan pangan karena ada potensi kedepan ini kita akan kesulitan. Maka salah satu yang paling mudah untuk ditanam dan untuk bisa memberikan sumber pangan adalah ketela pohon. Inti gotong royong ada di sini, dan gotong royong untuk kehidupan,” tandas Gus Makruf.

Pihak Romo Paroki Gereja Santa Maria Asumpta yang bertetangga dengan pondok pesantren juga berharap agar ke depannya kerja sama ini terjalin terus. Agar nantinya bisa memberikan manfaat bagi banyak orang.

"Semoga ini akan bermanfaat bagi kita. Nanti ke depannya akan diperbanyak untuk dibagikan kepada masyarakat. Bagian memberi pemanfaat yang optimal kepada masyarakat," ujar Antonius Banu Kurnianto Pr selaku Romo Paroki Santa Maria Asumpta, Pakem, Sleman.

Sementara itu, Benedictus Belariantata mengharapkan tali silaturahmi seperti ini dijalin terus dan dikembangkan secara luas, tidak hanya untuk wilayah Pakem atau Sleman saja.

Menurutnya, masyarakat Yogyakarta banyak yang telah meninggalkan budaya silaturahmi berdasarkan budaya dan adat. Begitu banyak nilai budaya lokal yang memberikan arah kepada masyarakatnya dalam kehidupan bersama.

“Pakem Sleman adalah rumah bersama. Semua penghuni rumah harus makan dan dipastikan tidak ada yang menderita. Itulah substansinya dari silaturahmi dengan menanyakan, Apa Kabar? Kabar baik atau kabar buruk itu tergantung pada tetangga atau sesama penghuni. Hari ini saya mendapatkan pelajaran silaturahmi yang luar biasa,” ucao Benedictus Belariantata. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA