Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Masyarakat Cukup Menderita, Dana Refocusing APBA Harus Segera Dicairkan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Rabu, 13 Mei 2020, 13:17 WIB
Masyarakat Cukup Menderita, Dana Refocusing APBA Harus Segera Dicairkan
Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh/RMOL
rmol news logo Pemerintah Aceh didesak untuk segera mencairkan dana refocusing APBA 2020 guna meringankan beban masyarakat yang kondisinya sangat memprihatikan karena terdampak pademi global Covid-19.

Permintaan itu disampaikan oleh organisasi perusahaan media Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh dalam rilis yang diterbitkan Selasa (12/5).

Rilis tersebut ditandatangani Ketua JMSI Aceh, Hendro Saky, dan Sekretaris Akhiruddin Mahjuddin.

Disebutkan bahwa Pemerintah Aceh telah melakukan refocusing APBA 2020 sebagai tindaklanjut dari Inpres 4/2020, serta instruksi Mendagri 1/2020 serta SKB Mendagri dan Menkeu 119/2020.

Dari refocusing tersebut, uajr Hendro Saky, Pemerintah Aceh mengusulkan anggaran senilai Rp1,7 T, untuk penanganan Covid-19 yang diambil dari penundaan sejumlah kegiatan serta pembatalan sejumlah kegiatan perjalanan dinas pada setiap SKPA.

Ditambahkan Hendro Saky, sangat aneh kemudian, jika Sekda Aceh,  anggaran refocusing APBA 2020 baru dapat dicairkan jika Pemerintah Aceh menerapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)  dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

“Pernyataan yang disampaikan Sekda Aceh, Taqwallah, tersebut mencermikan yang bersangkutan tidak memiliki sensitivitas terhadap persoalan dampak serius yang telah dirasakan oleh masyarakat, sebagai dampak dari pembatasan sosial yang telah berlaku selama ini,” ujar Hendro Saky dalam keterangan itu.

Bahkan, sambung Hendro Saky, hingga saat ini tidak ada satupun dasar hukum yang menjadi acuan bahwa anggaran refocusing hanya dapat dicairkan jika suatu daerah telah menerapkan status PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Di Aceh, terang Hendro Saky, upaya pemerintah daerah, dengan melakukan pembatasan sosial atau social distancing, serta pembatasan jarak atau phisical distancing, dengan menempuh sejumlah kebijakan, berupa penutupan fasilitas pendidikan, dayah, dan juga sektor pariwisata, telah menyebabkan ribuan atau mungkin puluhan ribu warga Aceh yang tidak lagi memiliki pendapatan.

Kebijakan penutupan fasilitas pendidikan, telah menyebabkan ribuan pedagang kecil, yang selama ini berjualan di sekolah-sekolah, dan juga kampus, telah kehilangan mata pencaharian. Begitu juga dengan guru swasta, guru pesantren dan dayah, yang honornya dibayarkan atas SPP siswa dan murid, tentu secara otomatis pihak-pihak tersebut tidak lagi memperoleh pendapatan.

Disektor lainnya, seperti pariwisata, kebijakan penutupan fasilitas kepariwisataan, telah menyebabkan, banyak pekerja sektor perhotelan, losmen, yang terpaksa menutup usahanya, dan merumahkan para pekerjanya. Tentu, sektor ini harus mendapatkan insentif berupa bantuan tunai langsung dari pemerintah Aceh, untuk mengurangi  beban mereka.

Hal tersebut belum lagi ditambah dengan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari pariwisata, yakni sebagian besar para pedagang kecil yang berjualan pada pusat-pusat keramaian disektor wisata.

Jadi, tegas Hendro Saky, sudah semestinya, pemerintah Aceh hadir ditengah penderitaan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat hari ini, dengan skema jaringan pengaman sosial atau social safety net, yang anggarannya dapat diambil dari pos Refocusing APBA 2020.

Sekretaris JMSI Aceh, Akhiruddin Mahjuddin, menyoroti lambannya gerak Pemerintah Aceh, dalam upaya memanfaatkan dana refocusing APBA 2020, sebagai stimulus perekonomian daerah, dengan skema-skema, baik berupa bantuan bagi sektor UMKM, sektor pariwisata, dan bantuan sosial lainnya, yang sepanjang aturan tidak menyalahi prosedur dan mekanisme pemberian dana hibah dan bansos.

Seharusnya, kata Akhiruddin, tidak ada alasan bahwa dana Refocusing APBA 2020, baru dapat dicairkan jika status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)  Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), diterapkan di provinsi ini. "Itu apa dasar hukumnya, Pak Sekda jangan asal bicara saja, tanpa melihat penderitaan rakyat saat ini," tukasnya.

Karenanya, tukas  Akhiruddin, pihaknya meminta kepada Pemerintah Aceh, untuk tidak terjebak hal-hal formalitas, namun harus lebih mengedepankan kepekaan dan sensitivitasnya terhadap persoalan masyarakat hari ini.

Di tengah kondisi keprihatinan akibat pendemi Covid-19, dan juga sebentar lagi seluruh umat muslim akan merayakan idul fitri, sudah semestinya, kehadiran pemerintah daerah, sangat dibutuhkan, yakni dengan kebijakan berupa skema bantuan langsung tunai kepada masyarakat yang selama telah terdampak akibat Covid-19.

Apalagi kemudian, sambung Akhiruddin, Plt Gubernur Aceh sendiri, telah menetapkan status tanggap darurat skala provinsi untuk penanganan Covid-19, melalui Surat Keputusan Gubernur Aceh 360/969/2020. Jadi, tidak ada dalih untuk tidak sesegera mungkin mencairkan anggaran refocusing APBA 2020, terangnya.  rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA