Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Gandeng Alumni Di 3 Benua, Universitas Jember Bahas Solusi Penanganan Covid-19

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/angga-ulung-tranggana-1'>ANGGA ULUNG TRANGGANA</a>
LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA
  • Rabu, 06 Mei 2020, 23:38 WIB
Gandeng Alumni Di 3 Benua, Universitas Jember Bahas Solusi Penanganan Covid-19
Webinar Universitas Jember yang melibatkan 3 alumni di 3 benua/Repro
rmol news logo Pandemik global virus corona baru (Covid-19) telah menginspirasi Universitas Jember untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pencegahan wabah itu dari berbagai belahan dunia.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas Jember bekerjasama dengan Keluarga Alumni Universitas Jember (Kauje) menggelar kegiatan seminar secara daring (webinar) yang melibatkan alumni Universitas Jember di 3 benua yakni benua Afrika, Amerika dan Australia sebagai pembicara.

Ketua Umum Kauje, Sarmuji mengatakan, Webinar bertema "Kronik Pandemi Covid-19 di Berbagai Benua"digelar dalam rangka mengetahui pengalaman berbagai negara dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Tujuannya, pengalaman dari berbagai negara itu akan dijadikan bahan Universitas Jember memberi masukan kepada pemerintah untuk kemudian diterapkan di Indonesia.

“Pandemi Corona-19 ini menjadi momentum bagi kita untuk terus bersatu, bergotong royong dan saling membantu. Saya berharap webinar kali ini akan menjadi jejak digital yang berguna bagi penanganan pandemik Covid-19 sehingga bisa menjadi pelajaran bagi generasi mendatang,” jelas pria yang juga anggota DPR RI ini.

Pemateri pertama yang tampil adalah Prof. Achmad Subagio, Ketua LP2M  yang kini tertahan di Nigeria dan belum dapat pulang ke tanah air gegara penerbangan internasional belum beroperasi.

Menurutnya, jumlah penderita positif Covid-19 di Nigeria dan negara lain di benua Afrika mulai merangkak naik. Penambahan jumlah korban ini dikarenakan belum banyak masyarakat Nigeria yang paham akan bahaya Covid-19, dan bagaimana cara mencegahnya.

“Masih banyak warga yang abai akan anjuran social dan physical distancing, atau keharusan memakai masker seperti yang disarankan oleh pemerintah. Apalagi masyoritas warga Nigeria masih rendah taraf pendidikannya, ditambah sanitasi adalah barang mewah di sini,” jelas Prof Achmad Subagio yang sudah hampir tiga bulan di Nigeria.

Pemateri kedua adalah, Arifi Saiman, alumnus kampus Tegalboto yang kini menjadi Konsulat Jenderal RI di New York, Amerika Serikat. Arifi menceritakan di New York adalah episentrum pandemik Covid-19. Tercatat ada 683 ribu penderita dan 45 ribu orang sudah meregang nyawa.

Di New York merupakan kota padat penduduk dan tidak ada penerapan lockdown total. Arifi bercerita di pusat bisnis dunia ini diberlakukan New York on Pause hingga September nanti.

"Sebagai pencegahan, pemerintah New York menggalakkan tes massal. Tidak ada lockdown total, tapi mobilitas warga dibatasi dengan penerapan social dan physical distancing dengan New York on Pause. Langkah ini didukung penyediaan 3,5 juta masker gratis dan warga yang berdisiplin sehingga berhasil menekan laju korban Covid-19,” katanya lagi.

Arifi Saiman lantas menambahkan, di area kerja Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI)  New York yang dipimpinnya, yang meliputi 15 negara bagian di wilayah pantai timur Amerika Serikat, terdapat 31.948 Warga Negara Indonesia (WNI). Dari jumlah tersebut ada 41 orang yang positif Covid-19 dan 11 orang telah meninggal dunia.

“Kami terus memonitor kondisi seluruh WNI melalui media sosial yang ada, memantau informasi dari fasilitas kesehatan setempat, berkoordinasi dengan semua negara bagian, termasuk menyediakan fasilitas kesehatan di KJRI, juga menyediakan bantuan masker dan bahan makanan. Khususnya bagi WNI yang di PHK dan mahasiswa kita yang harus keluar asrama kampus karena kampusnya tutup sementara,” imbuh Arifi Saiman.

Kisah sukses penanganan pandemik Covid-19 dipaparkan oleh Syahri Sakidin, alumnus Universitas Jember yang menjadi Direktur Indonesia Institute di Perth, Australia. Menurutnya, Australia menjadi contoh sukses bagaimana pemerintah bersama warganya berhasil menangani pandemi Covid-19.

“Data per hari ini, penderita Covid-19 di seluruh Australia sudah tidak ada lagi. Dari 6.825 penderita Covid-19, sebanyak 95 orang yang meninggal dan hanya tersisa 70 orang yang masih dirawat di rumah sakit. Bukan itu saja, pemerintah mengeluarkan stimulus ekonomi senilai 320 milyar dollar Australia untuk mendorong sektor ekonomi agar terus berdenyut,” jelas Syahri Sakidin.

Keberhasilan ini menurutnya tak lepas dari keberhasilan pemerintah Australia di bawah Perdana Menteri Scott Morrison yang mampu menyatukan semua kekuatan politik untuk bersatu padu melawan Covid-19 sehingga semua program yang dirancang berjalan dengan baik.

Kata Syahri, tidak ada perdebatan yang urgen di parlemen terkait rencana dan program penanganan Covid-19. Warga Australia memiliki kesadaran kesehatan dan disiplin yang tinggi sehingga bersedia menjalankan anjuran pemerintah.

Australia juga diuntungkan dengan kondisi demografinya, di mana jumlah penduduknya sedikit jika dibandingkan luas wilayah negara sehingga social distancing secara alami sudah terbentuk.

“Australia sudah sejak lama menerapkan protokol Biohazard yang sangat ketat, jangan harap pendatang dari luar negeri semisal wisatawan diperbolehkan membawa bahan makanan mentah seperti sambal atau bumbu pecel,” kata Syahri Sakidin sambil tertawa.

Sementara itu, Rektor Universitas Jember, Iwan Taruna menuturkan pihaknya sudah menunjuk Fakultas Kedokteran untuk terjun langsung membantu pemerintah.

"Saat ini ada 50 dokter muda yang bertugas di berbagai fasilitas kesehatan di Jember dan Jawa Timur. Semua dosen di Fakultas Kedokteran pun bertugas di rumah sakit di Jember,” ungkapnya.

Selain membuka Pos Covid di Fakultas Kedokteran, kini Universitas Jember tengah merancang KKN tematik pencegahan Covid-19 bagi mahasiswa.

“Universitas Jember juga menyediakan dana penelitian bagi dosen dan mahasiswa yang melakukan penelitian terkait Covid-19, termasuk tengah mengajukan perijinan agar laboratorium biologi molekluler di Kampus Tegalboto bisa melakukan penelitian mengenai Covid-19 semisal pembuatan vaksinnya,” timpal Iwan Taruna.

Webinar yang dilaksanakan hari Selasa malam (5/5) waktu Indonesia ini diikuti oleh dosen, mahasiswa dan Rektor Universitas Jember. Juga melibatkan peserta dari berbagai belahan dunia, termasuk para dosen Kampus Tegalboto yang tengah belajar di berbagai negara.

Kegiatan webinar diikuti oleh 147 peserta yang tersebar di berbagai daerah dan negara dengan dimoderatori oleh Pung Purwanto, jurnalis yang juga alumnus FISIP Universitas Jember.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA