Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BPN Manado Persilakan Sengketa Lahan Aneka Kimia Raya Diselesaikan Secara Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Sabtu, 07 Maret 2020, 02:54 WIB
BPN Manado Persilakan Sengketa Lahan Aneka Kimia Raya Diselesaikan Secara Hukum
Ilustrasi/Net
rmol news logo Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado menegaskan, pihaknya bersikap menunggu keputusan hukum terkait sengketa lahan seluas 2,1 hektare di Kelurahan Paniki Bawah, Kecamatan Mapanget, Kota Manado.

Terutama, perihal klaim dari keluarga Pinontoan tentang dugaan penyerobotan atas lahan tersebut, BPN Manado mempersilakan ahli waris membawa kasusnya ke ranah hukum.

”Silakan mau melalui PTUN, jalur pidana atau perdata di peradilan umum," ujar Kepala Seksi Bagian Hukum BPN Manado, Marco Ricard Turambi dalam keterangannya, Jumat (6/3).

Keterangan BPN Manado tersebut disampaikan menanggapi rencana dua ahli waris keluarga Pinontoan, Regina (71) dan Theresia (69), yang hendak mendatangi Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
 
Kedua nenek tersebut sengaja terbang ke Jakarta pekan lalu untuk melaporkan PT AKR (Aneka Kimia Raya) Land Development, yang mereka tuding telah menyerobot lahan milik keluarganya.

Ricard Turambi mengatakan, terkait sengketa lahan tersebut, BPN Manado sebenarnya sudah beberapa kali melakukan mediasi dengan menghadirkan kedua pihak, termasuk melakukan peninjauan ke lokasi. Namun, tidak ada titik temu.
 
”Jadi, silakan berproses dulu di pengadilan. Kalau nanti sudah ada putusan pengadilan, misalnya (kepemilikan lahan) memang harus kembali lagi ke keluarga Pinontoan, ya kami akan melaksanakan hasil putusan itu,” jelasnya.

Ricard tidak memungkiri, saat melakukan peninjauan lokasi, pihak ahli waris menunjuk lokasi yang sudah diterbitkan hak milik atas nama PT Wenang Permai Sentosa (WPS) yang merupakan anak perusahaan AKR Land.
 
”Hal itu yang kemudian disebut Ibu Regina sebagai klaim sepihak. Namun, kami pastikan ada pihak dari WPS yang menjembatani (punya bukti kepemilikan) sehingga sertifikat diterbitkan. Silakan itu dibuktikan di pengadilan. Toh, semua warga negara memiliki hak yang sama,” pungkasnya.

Seperti ramai diberitakan, kasus dugaan penyerobotan lahan ini bermula ketika Regina dan Theresia menerima tanah warisan dari orangtuanya, Antonius Nelwan Pinontoan.

Tanah tersebut belum bersertifikat. Satu-satunya alas hak yang mereka miliki adalah akta jual neli (AJB) saat Antonius membeli tanah tersebut dari Buda Pinontoan pada 1969. AJB yang ditandatangani Lurah Paniki Bawah tersebut tercatat dalam register desa.

Selain tanah 2,1 hektare, di sebelahnya juga terdapat tanah lain milik keluarga Pinontoan seluas 7 hektare. Sejak 1969 hingga 1990, kedua lahan tersebut ditanami pohon kelapa, cengkeh, dan pala.

Sampai kemudian, pada 1990, terjadi penjualan atas lahan yang 7 hektare kepada PT AKR Land.

”Yang dijual cuma tanah yang 7 hektare. Tanah yang 2,1 hektare tidak pernah kami jual. Bahkan, sejak dibeli AKR pada 1990, tanah yang 7 hektare itu pun sampai sekarang baru dibayar separuh,” tutur Oma Regina. 

Masalah muncul karena sejak tanah sebelah dijual ke AKR, tanah yang 2,1 hektare pun ikut diakuisisi AKR. Selain dijaga oknum aparat keamanan, pepohonan di lokasi tersebut pun ditebangi, sehingga tidak lagi menghasilkan.

Regina yang pensiunan guru SD dan Theresia yang pensiunan pegawai bea cukai, mengaku tak bisa berbuat apa-apa.

”Kami cuma orang kecil, warga kampung yang enggak berdaya,” ungkap Regina. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA