JMSI, sebagai organisasi perusahaan pers, mendorong aparat kepolisian segera mengusut penganiayaan yang dialami Eprizal (38) dari Media Cetak dan Online Buser.
“Profesi wartawan harus dilindungi secara hukum dari tindak main hakim sendiri,†kata Herman BM, dilansir dari Kantor Berita RMOLLampung, Senin (17/2).
Jika memang keberatan atas suatu pemberitaan, narasumber memiliki hak jawab bahkan dapat melapor ke Dewan Pers jika merasa tak adil terhadap suatu pemberitaan.
“Bukan main hakim sendiri apalagi pelakunya terkait nama seorang pendidik,†ujarnya.
Pimred Kantor Berita RMOLLampung itu meminta aparat menghukum para pelaku kekerasan.
Menurut dia, para pelaku telah melanggar UU 40/1999 tentang Pers. Dalam UU itu disebutkan dalam menjalankan profesinya, wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Selain itu, JMSI mendesak Dinas Pendidikan memberikan sanksi jika memang sang kepala sekolah terbukti berada di belakang kasus ini.
“Semua pihak hendaknya menghormati kerja-kerja jurnalis dan memastikan keselamatan para jurnalis selama berada di lapangan,†ucapnya.
Menurutnya, kejadian itu bermula saat dirinya memberitakan salah satu SD Negeri Ujan Mas di Kabupaten Waykanan.
“Sepekan setelah berita turun, saya ditelepon orang yang mengaku bernama Herman untuk mengajak bertemu di Rumah Makan Ayuni di Kecamatan Bukitkemuning, Lampung Utara,†ujarnya.
Setelah bertemu, lanjut Eprizal, dia diajak Herman minum kopi. Usai minum kopi, Eprizal diajak Herman menemui kerabatnta, Kepala SDN Ujan Mas, Suslana.
“Saya tidak mau. Herman lalu memukul tepat di kepala saya,†ungkap Eprizal.
Lalu, dua teman Herman ikut memuku sang kuli tinta hingga memar bagian wajah dan beberapa bagian tubuhnya.
Tak cuma itu, herman mencabut senjata tajam jenis badik. Warga sekitar berhasil melerai sehingga tak terjadi hal yang lebih buruk terhadap sang wartawan.
BERITA TERKAIT: