"Jika kita bersepakat bahwa Karhutla merupakan
ekstraordinary crime, maka butuh terobosan serius dalam menangkal kejahatan ekologi akut ini secara menyeluruh dan berkesinambungan," tegas PJ. Ketua Umum PB HMI Arya Kharisma Hardy kepada
Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Jumat (7/2).
Arya menambahkan, sejak awal PB HMI telah memberikan perhatian serius terhadap ketimpangan isu lingkungan hidup dan Karhutla yang sampai hari ini terkesan tidak diselesaikan secara efektif. Buktinya, kasus Karhutla pada 2019 saja mencapai 1,5 juta Ha. Belum lagi kerusakan lingkungan lainnya akibat praktek eksplorasi tambang yang tidak seimbang, yang berujung pada bencana banjir dan tanah longsor beberapa waktu yang lalu.
"Kita sudah tidak punya banyak waktu untuk sekedar saling menyalahkan stakeholder terkait atau mengancam mencopot jabatan pejabat terkait di daerah yang terpapar karhutla," tegasnya.
Arya mengatakan, baik Polri, TNI, Badan Restorasi Gambut (BRG) hingga kementerian terkait sebaiknya terintegrasi dalam sebuah lembaga yang konsen mengembangkan pola pencegahan dan pengendalian kejahatan ekologi hutan secara komprehensif dan sustainable.
"Kami mengusulkan agar pemerintah membentuk sebuah Badan Keamanan Hutan (Bakamhut) dalam menuntaskan kasus-kasus kejahatan ekologi hutan dan lingkungan, sebagai bentuk evaluasi terhadap kinerja sektoral badan dan instansi terkait selama ini," ujar Arya.
Sebagai generasi milenial, tambah dia, HMI tidak ingin negeri zamrud khatulistiwa ini justru menampilkan lanskap ekologi yang merugikan kualitas hidup masyarakat dan organisme lainnya.
"Motif ekonomi dan penguasaan lahan oleh sebagian oknum, memaksa setiap organisme untuk menerima kenyataan kerusakan ekologi dan penurunan kualitas hidup dan berujung pada ketimpangan sosial dan ekonomi masyarakat," tutup Arya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: