Selamat Idul Fitri
Selamat Idul Fitri Mobile
Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Problematika Nelayan Indonesia

Senin, 27 Januari 2020, 04:07 WIB
Problematika Nelayan Indonesia
Nelayan Indonesia/Ist
BANYAK kisah pilu dari nelayan, misalnya diakhir tahun 2019 dalam jangka waktu tiga hari ada dua nelayan yang tersambar petir diperahunya. Ya, ini kisah nelayan Tambak Lorok, Kota Semarang yang notabenenya melaut dengan kapal sendiri dan dioperasikan sendiri pula.

Di awal tahun 2020 saat ini sedang masa angin barat, dimana gelombang terbilang tinggi dan ombak besar. Padahal nelayan meyakini saat ini ikan di laut sedang melimpah, hal inilah yang menjadi godaan tersendiri bagi nelayan.

Resiko yang besar selau menyelimuti nelayan-nelayan kecil di Kota Semarang, karna notabennya perahu-perahu mereka berukuran kecil (dibawah 3 GT).  Akan tetapi merakapun dibayang-bayangi oleh kebutuhan rumah tangga yang tentunya tidak bisa dielakan lagi, terlebih januari biasanya merupakan tahun ajaran baru bagi anak-anak mereka yang masih mengenyam pendidikan.

Jika kebutuhan sudah mendesak, mau tak mau beberapa dari meraka tetap memberanikan diri untuk melaut. Hal ini sangat berisiko besar, mengingat perlengkapan pendukung melaut mereka yang masih terbilang minim. Ya, memang nelayan memiliki kemampuan yang secara turun temurun diwariskan berupa insting nelayan terutama nelayan tradisonal. Akan tetapi alangkah baiknya, jika mereka memiliki fasilitas pendukung yang mempuni.

Dibalik resiko yang besar itu, kadang tidak dibarengi dengan keseimbangan harga ikan. Harga ikan cenderung stabil seolah-olah resiko nelayan yang besar itu tidak ada, inilah dampak dari ketik hadiran tempat pelelangan ikan.

Inilah yang menyebabkan nelayan di Kota Semarang saat ini sudah tidak memiliki kedaulatan harga ikan lagi, seiring dengan tidak adanya fasilitas pelalangan. Terlebih biasanya, para pemilik cold stronge ikan dari luar kota mulai mengeluarkan stok ikannya ke Kota Semarang dengan jumlah yang tidak biasanya ketika hasil tangkapan nelayan Kota Semarang menurun.

Tidak semua nelayan berani ambil resiko untuk menghadapi gelombang tinggi dan ombak besar, hal ini berdasarkan pertimbangan akan bahaya serta bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan akan lebih banyak dari biasanya. Mengingat ketersediaan BBM sangat terbatas, apalagi setelah tidak adanya SPBN yang beroperasi di sekitar dermaga sandar perahu nelayan. Alhasil, para nelayan yang tidak melaut ini biasaya menyambung hidup dengan menjual harta benda atau melakukan pinjaman kepada pemberi pinjaman non bank yang biasanya bunganya cukup tinggi.   

Ya, beginilah sekelumit catatan nelayan tradisonal di Kota Semarang. Perlu uluran dan komitmen dari pemerintah untuk menciptakan siklus/kebijakan yang berpihak kepada nelayan. Misalnya dengan pemenuhan sarana prasarana nelayan seperti hadirnya SPBN didekat sandar perahu nelayan (Dermaga), tempat pelelangan ikan, serta docking kapal (Galangan).  Agar para nelayan tradisonal ini terjamin kesejahteraannya, sehingga kehidupan keluarga nelayan sama dengan halnya keluarga lainnya.rmol news logo article

Hendra Wiguna

Penulis adalah Humas KNTI Kota Semarang

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA