Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Di Tengah Tsunami Informasi, Pers Berperan Besar Perangi Hoax

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 20 Januari 2020, 09:58 WIB
Di Tengah Tsunami Informasi, Pers Berperan Besar Perangi Hoax
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Rosarita Niken Widiastuti/Ist
rmol news logo Media, utamanya media mainstream memiliki peran yang besar dalam memerangi berita palsu atau hoax dan menjaga persatuan Indonesia. Untuk itu, sebuah media mainstream harus terus berusaha meningkatkan kepercayaan publik.

Penegasan tersebut dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Rosarita Niken Widiastuti di harapan ratusan wartawan yang menghadiri Buka Tahun Baru Bersama ke-15 Tahun 2020 dengan tema "Mewujudkan Persatuan Indonesia Dengan Kehendak Baik" di Lemhanas RI, Jakarta, Jumat (17/1).

Rosarita kemudian memaparkan hasil penerlitian dari sebuah lembaga internasional terpercaya, Trust Barometer. Hasil penelitian menyebutkan bahwa kepercayaan publik Indonesia terhadap media sosial adalah minus 2 (-2), sedangkan terhadap media mainstream adalah plus 5 (+5).

"Hasil ini merupakan kerja keras para pemred (pemimpin redaksi), wapemred (wakil pemimpin redaksi), para jurnalis semua yang tidak kenal lelah dan waktu menyajikan berita-berita yang terverifikasi," ujar Rosarita dalam acara yang digelar oleh Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) itu.

Dengan begitu, Rosita berharap agar media, pemerintah, dan lembaga-lembaga terkait dapat bersinergi dan bekerja sama dengan baik untuk menyajikan data-data yang benar. Pasalnya, media mainstream, kata Rosita, memiliki fungsi kontrol dengan memberikan klarifikasi atau sebagai pengecek fakta (fact checking).

“Kita telah melewati masa-masa sulit pertarungan antara berita benar versus berita hoax. Ini terkait dengan kondisi politik di Indonesia... Provokasi, ujaran kebencian, berkembang dengan pesat. Kita harus bersyukur Indonesia telah melewati masa-masa yang terberat mungkin dalam 20 tahun terakhir," katanya.

Dari data yang disebutkan Rosita, pada Agustus 2018, hoax yang beredar di Indonesia hanya sekitar 25 jenis. Angka ini terus bertambah. Pada awal 2019, hoax berlipat ganda menjadi 129 jenis. Namun pada tahun politik kemarin atau 2019, mulai Agustus hingga Desember, hoax yang beredar mencapai 4.041.

Pesatnya perkembangan hoax sendiri dipengaruhi oleh maraknya media sosial. Di mana semua orang bisa menjadi "wartawan" dan pemilik media. Meski memiliki karakter yang berbeda dengan media mainstream, namun media sosial dapat memengaruhi pembacanya dan berdampak pada dunia nyata.

Oleh karena itu, Rosita mengingatkan bahwa media sosial bukanlah media mainstream yang dapat berfungsi sebagai alat verifikasi kebenaran berita. Justru, media sosial lah yang kerap memunculkan hoax, fake news, ujaran kebencian, provokasi, radikalisme, hingga terorisme.

"Pers berpacu bersama banjir, bahkan tsunami informasi dari media sosial. Di sinilah peran pers sebagai alat cek fakta," tegasnya kepada wartawan, Minggu (19/1).

Atas peran media mainstream yang selalu berusaha menyajikan berita-berita terpercaya, akurat, dan jelas, Rosita kemudian mengucapkan terima kasih kepada wartawan.

Acara ini turut dihadiri para pimpinan media seperti Teguh Santosa (RMOL Network), Primus Dorimulu (BeritaSatu Group), Tri Agung Kristanto (Harian Kompas), Maria Yuliana Benyamin (Bisnis Indonesia), Rosmery Sihombing (Media Indonesia) dan Hisar Sihotang (Media Transparancy) dan lainnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA