Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Petrus Selestinus: Kebebasan Beragama Tidak Boleh Diperjanjikan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Senin, 23 Desember 2019, 09:00 WIB
Petrus Selestinus: Kebebasan Beragama Tidak Boleh Diperjanjikan
Petrus Selestinus/Net
rmol news logo Belum semua aparatur negara dan anggota masyarakat menerima dan mengakui bahwa kebebasan melaksanakan ibadah agama dijamin oleh konstitusi.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Hal ini dapat dilihat dari kasus pelarangan penyelenggaraan ibadah Natal dan perayaan Natal umat Kristiani oleh masyarakat dan aparatur Pemda Kabupaten Sijunjung dan Jorongan Kampung Baru dan Kabupaten Darmarsraya, Provinsi Sumatera Barat.

Disebutkan dalam berbagai pemberitaan, pelarangan itu didasarkan pada kesepakatan antar warga setempat.

Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) sangat menyesalkan kejadian ini.

Ketua Tim Task Force FAPP Petrus Selestinus dalam keterangannya mengatakan, selain bersifat diskriminatif pelarangan itu sudah mengarah kepada tindakan persekusi atas dasar SARA oleh sekelompok masyarakat dan aparat pemerintah daerah terhadap sekelompok warga umat Kristiani yang minoritas.

Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan umat Kristiani dimanapun di Indonesia yang hendak merayakan Natal 25 Desember 2019.

“Pemerintah seharusnya tidak membiarkan warganya melakukan kesepakatan bersama dengan obyeknya adalah soal pelaksanaan ibadah agama, bagi warganya,” ujar Petrus dalam keterangan kepada redaksi.

“Kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama tidak boleh dijadikan obyek perjanjian baik antar umat berbeda agama, antar umat seagama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah,” sambungnya.

Dia menambahkan, meski kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama merupakan persoalan yang sangat privat, namun hanya negara yang memiliki kewewenangan konstitusional yang secara ekslusif untuk mengaturnya. 

“Karena itu atas alasan apapun, tidak boleh ada kesepakatan atau perjanjian di antara warga masyarakat mengenai tata cara atau syarat-syarat pelaksanaan ibadah bagi setiap pemeluk agama, yang bersifat membatasi, mengekang, melarang atau meniadakan kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama yang sangat privat, karena hanya negara yang berwenang mengatur atau menjadi domain negara,” demikian Petrus menguraikan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA