"Saya prihatin dengan kejadian itu, atas nama pridadi dan Kementerian Perhubungan menyampaikan belasungkawa atas musibah ini," kata Budi di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Budi berharap, kecelakaan pesawat ini menjadi pelajaran kedepan khususnya bagi negara agar lebih serius untuk menyikapi keselamatan transportasi.
"Musibah ini tidak menimpa satu pihak, tetapi juga banyak pihak dan menjadi duka yang berharga bagi kita, dan juga negara, menyikapi keselamatan transportasi," tambahnya
Kementerian Perhubungan mendukung penuh keluarga korban yang belum mendapatkan hak ganti rugi sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011.
“Untuk kelurga korban yang belum mendapatkan hak-nya, akan kami bantu prosesnya,†tegasnya
Budi lalu membacakan hasil investigasi KNKT, terutama sembilan faktor terkait dengan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 Boeing 737-8 (MAX).
Berikut ini hasil investigasi kecelakaan Boeing 737-8:
1. Asumsi terkait reaksi pilot yang dibuat pada saat proses desain dan sertifikasi pesawat Boeing 737-8 (MAX), meskipun sesuai dengan referensi yang ada ternyata kurang tepat;
2. Mengacu asumsi yang telah dibuat atas reaksi pilot dan kurang lengkapnya kajian terkait efek-efek yang dapat terjadi di kokpit, sensor tunggal yang diandalkan untuk MCAS dianggap cukup dan memenuhi ketentuan sertifikasi;
3. Desain MCAS yang mengandalkan satu sensor rentan terhadap kesalahan;
4. Pilot mengalami kesulitan karena tidak ada petunjuk dalam buku panduan untuk merespons pergerakan MCAS;
5. Indikator AOA DISAGREE tidak tersedia di pesawat Boeing 737-8 (MAX) PK-LQP, berakibat informasi ini tidak muncul pada saat penerbangan dengan penunjukan sudut AOA yang berbeda antara kiri dan kanan sehingga perbedaan ini tidak dapat dicatatkan oleh pilot dan teknisi tidak dapat mengidentifikasi kerusakan AOA sensor;
6. AOA sensor pengganti mengalami kesalahan kalibrasi yang tidak terdeteksi pada saat perbaikan sebelumnya;
7. Investigasi tidak dapat menentukan pengujian AOA sensor setelah terpasang pada pesawat yang mengalami kecelakaan dilakukan dengan benar, sehingga kesalahan kalibrasi tidak terdeteksi;
8 Informasi mengenai stick shaker dan penggunaan prosedur non-formal Runaway Stabilizer pada penerbangan sebelumnya tidak tercatat pada buku catatan penerbangan dan perawatan pesawat mengakibatkan baik pilot maupun teknisi tidak dapat mengambil tindakan yang tepat;
9. Beberapa peringatan, berulangnya aktifasi MCAS dan padatnya komunikasi dengan ATC tidak terkelola dengan efektif. Hal ini diakibatkan oleh situasi-kondisi yang sulit dan kemampuan mengendalikan pesawat, pelaksanaan prosedur non-normal dan komunikasi antar pilot, berdampak pada ketidakefektifan koordinasi antar pilot dan pengelolaan beban kerja. Kondisi ini telah teridentifikasi pada saat pelatihan dan muncul kembali pada penerbangan ini.
Mohamad Ivan
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: