Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Inovasi Kreatif Revitalisasi Pemasyarakatan Dari Lapas Gunung Sindur

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Kamis, 25 Juli 2019, 11:37 WIB
Inovasi Kreatif Revitalisasi Pemasyarakatan Dari Lapas Gunung Sindur
WBP Gunung Sindur mencuci kaki orang tuanya/RMOL
rmol news logo Program revitalisasi Lembaga Pemasyarakatan yang digagas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), mempermudah Lapas dalam melakukan penilaian kepada setiap warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang bertekad berubah. Setiap Lapas punya cara berbeda mengimplementasikan revitalisasi itu.

“Revitalisasi ini gagasan luar biasa,” kata Sopiana, Kepala Lapas Kelas III Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/7).

Ia menjelaskan, ada assessment untuk menentukan WBP masuk kategori maximum security, medium security, dan minimum security. Mereka yang masuk kategori minimum security layak mendapatkan pembinaan di Lapas Open Camp Ciangir.

Dikatakan Sopiana, revitalisasi membuat setiap Kalapas dituntut berinovasi dalam melakukan pembinaan semua WBP. Salah satunya, dengan melihat bakat setiap WBP dan memberikan fasilitas untuk mengembangkan bakat dan kemampuan.

Sejak enam bulan terakhir Lapas Kelas III Gunung Sindur yang kini dihuni 1034 WBP melakukan pembinaan intensif. Yang kali pertama mendapat pembinaan adalah petugas dari semua lapisan. Pembinaan tidak hanya sekali atau dua kali, tapi berkelanjutan, agar setiap petugas memahami tugas pokok dan fungsinya.

Pembinaan kepada WBP berupa pemberian kepastian semua yang menjadi hak dan kewajiban. Setiap WBP, kata Sopiana, harus tahu bahwa pemberian remisi, mutasi kamar, dan berbagai pelayanan lainnya, tanpa biaya alias gratis.

Lapas Gunung Sindur juga memperkenalkan self service layanan informasi digital bagi WBP tentang hak-hak mereka. “WBP yang ingin tahu apakah mendapatkan remisi tahun ini, misalnya. Tinggal tempelkan sidik jari. Mesin akan menginformasikan apakah WBP mendapatkan remisi atau tidak,” ujar Sopiana.

Layanan ini memungkinkan WBP mendapatkan akses penuh ke informasi tentang dirinya, mengikis pertemuan dengan petugas, dan meminimalkan terjadinya pungutan liar. Self service ini membuat WBP mengerti apa yang harus dan tidak boleh dilakukan agar mendapatkan remisi, tanpa harus meminta penjelasan kepada petugas.

Kalapas juga rutin melakukan pertemuan saat apel pagi dan tatap muka di tempat ibadah. Dua pekan sekali digelar sesi curhat. Di saat itu ditekankan pemahaman bahwa semua narapidana memiliki hak yang sama. Tidak ada yang diistimewakan.

Pembinaan Kepribadian
Lebih jauh Sopiana bercerita, di Lapas Kelas III Gunung Sindur, revitalisasi diarahkan pada pembinaan bakat dan kemampuan setiap WBP.

“Kami membangun perpustakaan di setiap blok. Ya, kecil saja, tapi buku-bukunya selalu ganti,” kata Sopiana. “Kami juga menyediakan peralatan musik, dengan waktu bermain setiap Jumat sore.”

Khusus perpustakaan, Lapas bekerjasama dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor. Semua buku yang tersedia dapat diakses para WBP tanpa dipungut biaya.

Ada pula ruang video call, untuk memberi hak berkomunikasi narapidana dengan keluarganya. Khusus untuk layanan ini, pihak Lapas bekerja sama dengan pihak swasta sebagai penyedia perangkat teknologi.

“Layanan pengobatan gratis kami lakukan dengan jemput bola. Dua perawat menyambangi setiap blok sebulan sekali untuk melihat kondisi kesehatan setiap warga binaan,” ujar dia.

Pembinaan kepribadian juga dilakukan dengan memperbanyak kegiatan pengajian, dan mengajak setiap santri beribadah di masjid. Pengajian tidak hanya di masjid, tapi juga di setiap blok. Tidak hanya narapidana beragama Islam yang menggelar kegiatan rohani setiap hari, mereka yang beragama lain juga melakukan hal serupa.

Di luar kegiatan itu, Lapas punya kegiatan baru, yaitu mengajak napi bercocok tanam, budi daya ikan, pertukangan, belajar bisnis laundry, dan menjahit. Lahan kosong di belakang Lapas Gunung Sindur disulap menjadi kebun sayur dan empang.

Usaha pertanian dan perikanan belum sampai ke skala ekonomi, karena keterbatasan lahan. Namun, kata Sopiana, kegiatan ini berhasil menarik minat banyak warga binaan

Dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan WBP, Lapas Gunung Sindur memiliki 91 CCTV, dengan petugas di dalam control room.”  Sedangkan untuk mencegah terjadinya peredaran narkoba, pihak Lapas menggelar razia rutin ke setiap blok dua hari sekali.

“Kami rutin melakukan razia. Namun pembinaan dengan cara menawarkan berbagai aktivitas lain agar mereka berhenti, jauh lebih penting,” katanya.

Khusus aktivitas keagamaan, Lapas Gunung Sindur kini memiliki 400 sampai 500 santri tetap. Mereka diberikan kamar khusus, sebagai cara memprovokasi warga binaan untuk mengikuti jejak rekan-rekan mereka menjadi santri.

Yang juga menarik dari Lapas Gunung Sindur adalah saat Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Remisi, warga binaan yang mendapat remisi diharuskan mencuci kaki orang-orang yang menjamin mereka.

“Mereka yang masih punya orang tua harus mencuci kaki orang tua dan memohon maaf. Mereka yang tidak punya orang tua, harus mencuci kaki kakak, istri, dan orang-orang yang mereka cintai, seraya mengucapkan maaf,” kata Sopiana.

Banyak dari mereka yang sesenggukan, menangis seraya mencuci kaki ibu kandung, atau siapa pun yang menjamin mereka. “Harapan kami, mereka tidak akan pernah lupa dengan orang yang menjamin, dan si penjamin menjaga mereka tidak kembali lagi ke Lapas,” Sopiana mengakhiri.

Adaptif, Produktif dan Inovatif
Sebagaimana diketahui, Dirjen Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami senantiasa mengingatkan jajarannya untuk memiliki pola pikir adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif sesuai dengan program revitalisasi pemasyarakatan.

Di berbagai kesempatan Dirjenpas selalu mengajak jajarannya untuk terus berupaya mewujudkan Ditjenpas sebagai birokrasi yang kian sederhana, simple, lincah, cepat dan responsif dalam memberikan layanan sesuai tugas dan fungsi yang diemban.

“Kalau kita tak mempersiapkan diri, kita bisa terlempar ke pinggiran," ujar Utami saat memberikan pengarahan pada Kelompok Diskusi Terfokus (FGD) Penyusunan Rencana Strategis Ditjen Pemasyarakatan, pekan lalu. Utami bahkan menegaskan tak perlu ragu berinovasi meski itu berdampak pada pengubahan metode, pola kerja bahkan bila perlu nilai-nilai lama.

Hanya dengan cara itu, Utami yakin jajaran Ditjenpas bisa mewariskan sesuatu yang baik kepada lingkungan kerja dan masyarakat.

"Kita harus meninggalkan legacy yang baik. Sebab itu yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah, kelak di Hari Akhir. Sekaranglah kita harus berbuat, bukan besok atau kapan nanti,"ujar Utami. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA