Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Desak Bubarkan Koalisi, Demokrat Seolah Bingung Dengan Jati Diri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Senin, 10 Juni 2019, 11:56 WIB
Desak Bubarkan Koalisi, Demokrat Seolah Bingung Dengan Jati Diri
Dedi Mulyadi/RMOL Jabar
rmol news logo Partai Demokrat dinilai sedang bingung dengan jati dirinya sendiri. Siapa dia dan berada dimana?

Penilaian itu disampaikan Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi itu terkait dengan usulan Demokrat agar para calon Presiden segera membubarkan koalisi Pilpres.

“Wacana pembubaran koalisi itu merupakan kebingungan dari sebuah partai politik dalam membangun identitas dirinya, siapa dia dan berada di mana," ujar Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Maruf Amin Jawa Barat itu di Purwakarta, Senin (10/6).

Mantan Bupati Purwakarta dua periode itu mengatakan, permanen atau tidaknya koalisi tergantung kepada kepentingan para pihak. Dulu, ujar dia, pada era pemerintahan SBY, koalisi bersifat permanen, dimana ada partai oposisi yang berada di luar pemerintah dan ada partai pendukung pemerintah. Kemudian, ada pula partai yang diajak masuk koalisi.

“Misalnya ketika Pak SBY memimpin, Golkar sebelumnya di luar pemerintah, tapi ada kepentingan dari pemerintah untuk memperkuat jajaran pemerintahan, Golkar masuk ke pemerintahan," ujar dia.

Lebih jauh Dedi mengatakan, masuknya Golkar ke pemerintahan melalui proses yang cukup panjang, yaitu lewat perebutan tampauk kepemimpinan di Partai Golkar dari Akbar Tanjung ke tangan Jusuf Kalla yang ketika itu mejabat Wakil Presiden.

Pada periode kedua pemerintahan SBY, Golkar kembali masuk lingkaran kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan partai. Pucuk pimpinan Golkar beralih dari Jusuf Kalla ke Aburizal Bakrie yang notabane mitra dari SBY dalam pemerintah.

“Jadi, proses masuknya Golkar itu dikehendaki oleh kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan kepartaian," terang Dedi.

Bicara konstalasi politik saat ini, Dedi mengatakan,  ada koalisi dalam pemerintahan yang relatif sudah 60 persen menguasai parlemen. Disamping itu, ada parpol yang memilih menjadi oposisi, yaitu Gerindra dan PKS.
 
“Dalam tradisi politik kita, itu (sikap oposisi) sah karena harus ada penyeimbang dalam pemerintahan," ujar dia.

Dedi menambahkan, jika ada partai yang berada di kubu oposisi dan kini ingin merapat ke pemintahan, itupun sah dan dipersilakan.

“Demokrat ingin masuk ke koalisi pemerintahan? Ya dipersilakan. Tetapi tidak berarti koalisi harus dibubarkan. Kalau ingin bubarkan koalisi, Demokrat sepertinya sedang panik. Ya, jangan panik dong," ujar Dedi.

Dedi mengibaratkan, membangun koalisi itu ibarat membangun sebuah rumah tangga.

“Siapa pun kalau ingin membangun rumah tangga baru, pasti ingin punya istri setia dan tidak meninggalkan suami dalam keadaan sulit," tandas Dedi seperti dilansir Kantor Berita RMOL Jabar. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA