Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

LEBARAN 2019

Perusahaan Otobus Berharap Dapat "Bola Muntah" Dari Mahalnya Tiket Pesawat

Bus Gajah Mungkur Tetap Utamakan Keamanan Dan Kenyamanan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 17 Mei 2019, 10:46 WIB
Perusahaan Otobus Berharap Dapat "Bola Muntah" Dari Mahalnya Tiket Pesawat
Sumaryoto Padmodiningrat/Net
rmol news logo Para pengusuha otobus berharap mendapat "bola muntah" alias berkah di balik musibah dari mahalnya harga tiket pesawat pada musim arus mudik dan balik Hari Raya Idul Fitri 2019.

"Mudah-mudahan ada bola rezeki muntah," kata Presiden Komisaris PT Gajah Mungkur Sejahtera (GMS), Sumaryoto Padmodiningrat di Jakarta, Jumat (17/5). Perlu diketahui, PT GMS yang mengoperasikan bus-bus Gajah Mungkur.

Dengan adanya bola muntah atau beralihnya calon penumpang yang semula akan menggunakan moda pesawat, namun karena tarifnya mahal lalu berganti menggunakan bus, Sumaryoto berharap perusahaan bisa mengurangi angka kerugian selama 11 bulan berjalan di luar angkutan Lebaran tahun ini.

"Ibaratnya panas 11 bulan dihapuskan hujan sebulan," ungkap mantan anggota DPR RI ini sepeti dalamm keterangan tertulis.

Pada angkutan Lebaran 2019 Gajah Mungkur menyedikan 35 armada, berdomisili usaha di Jakarta dengan plat B dan di Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, dengan plat AD, melayani trayek reguler Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) menuju kota-kota di Jawa Tengah seperti Salatiga, Boyolali, Solo, Sukoharjo, dan Wonogiri, serta kota-kota di Jawa Timur seperti Magetan, Ponorogo dan Pacitan, dan sebaliknya. Ke-35 armada tersebut terbagi ke dalam lima kelas, yakni Big Top, Super, Executive, VIP dan Patas.

Sumaryoto mengaku, sejak berlakunya kebijakan low cost carrier (LCC), perusahaan-perusahaan otobus mengalami pukulan telak. Jangankan bicara untung, sekadar bisa bertahan atau tidak merugi saja sudah bersyukur.

LCC, kata Sumaryoto, masih ditambah dengan mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga spare partatau suku cadang kendaraan, sehingga menimbulkan multiplier effect atau efek domino yang tidak terkendali.

"Salah satu akibatnya, banyak kendaraan dari perusahaan-perusahaan yang terus merugi terpaksa jadi kanibal atau tambal sulam suku cadang. Maka faktor keamanan dan kenyamanan pun menjadi berkurang," paparnya.

Khusus untuk bus yang berdomisili di Wonogiri, lanjut Sumaryoto, diperberat lagi dengan kebijakan bupati setempat yang "membebaskan" bus dari luar daerah leluasa masuk ke kota-kota kecamatan di Wonogiri.

"Semula perusahaan-perusahaan bus dari luar Wonogiri hanya diperbolehkan melayani trayek reguler dari dan ke Wonogiri di Terminal Induk Wonogiri di Krisak. Liberalisasi kebijakan Pemkab ini sangat memukul perusahaan lokal Wonogiri," sesalnya.

Alhamdulillah, lanjut Sumaryoto, di tengah badai yang menerpa, yakni persaingan sengit antara perusahaan otobus dan maskapai penerbangan serta kereta api, perusahaannya masih sanggup bertahan dengan tetap mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan penumpang.

"Tapi kondisi ini tak bisa dibiarkan berlarut-larut. Pemerintah harus ambil terobosan kebijakan. Salah satunya dengan tidak menerbitkan izin bagi perusahaan-perusahaan baru pada trayek yang sudah padat," urainya.

Lebih jauh Sumaryoto berharap, masa paceklik sejak LCC penerbangan diberlakukan akan ada rezeki muntahan dengan berlakunya TAB (Tarif Ambang Batas) yang cukup tinggi. Sayangnya, Kementerian Perhubungan sejak 15 Mei 2019 menurunkan TAB sebesar 15 persen yang akan menjadikan antar-moda transportasi bus, kereta api dan pesawat udara kembali saling "membunuh".

"Untungnya, 15 Mei 2019 merupakan awal Angkutan Lebaran 2019 yang dapat memberi "oksigen" baru bagi pengusaha bus, sehingga dampak penurunan TAB angkutan udara bisa sedikit dieliminir. Setelah Angkutan Lebaran 2019, para pengusaha bus akan bersaing kembali dengan angkutan udara dan kereta api," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA