Amu Darya diambil dari sebuah nama sungai yang memisahkan antara negara Afghanistan dengan Uzbekistan.
Teguh kala itu wartawan Harian
Rakyat Merdeka.
Buku ini kembali diulasnya di hadapan puluhan warga Blitar Raya di Miss June Friends and Cafe, Jalan Mendut Nomor 49, kota Blitar, Jawa Timur pada Sabtu malam (9/3).
"Sebelum menjadi buku, pengalaman saya ini juga saya tulis di blog pribadi, namun saya ingin merangkainya ke dalam sebuah buku," tutur alumni Universitas Negeri Padjadjaran ini.
Tahun 2018 lalu buku tersebut diterbitkan.
Berada di daerah konflik memancing rasa ingin tahu Teguh tentang akar persoalan yang terjadi di negara yang terletak di Barat Daya benua Asia itu. Ia menyadari tidaklah mudah, setidaknya pencarian itu mendekati kebenaran.
"Bagi saya setiap hasil liputan seorang wartawan, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah kebenaran yang mutlak, pasti ada celah. Namun setidaknya hasil liputan ini mendekati kebenaran," terangnya seperti dimuat
RMOL Jatim (RMOLNetwork).
Tidak hanya di Afghanistan, Teguh juga mengamati berbagai peristiwa politik luar negeri lainnya seperti Perang Irak (2003), Krisis Nuklir Korea Utara (2003), dan Krisis Politik Lebanon (2005).
Menanggapi pertanyaan seorang peserta, dosen kelahiran Medan, 30 Juli 1975 ini menerangkan, konflik di suatu negara dapat terjadi karena adanya pertarungan kepentingan yang melibatkan aktor eksternal dan internal.
Dalam kesempatan tersebut, tiga penanya langsung mendapat buku
Di Tepi Amu Darya dari Teguh.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: