Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pasar Senen Semrawut, Angkot & PKL Numpuk

Selalu Macet dari Pagi Hingga Malam

Rabu, 19 Desember 2018, 10:18 WIB
Pasar Senen Semrawut, Angkot & PKL Numpuk
Foto/Net
rmol news logo Kondisi Pasar Senen, Jakarta Pusat, sangat semrawut. Ku­muh dan macet. Penyebabnya, angkot ngetem seenaknya. Ditambah lagi banyak pedagang kaki lima (PKL).

Kemarin, Rakyat Merdeka melintasi jalan di depan Terminal Senen dan Pasar Senen. Kemacetan sudah mulai terasa di Jalan Gunung Sahari persisnya di Perti­gaan Jalan Wahidin Raya.

Sampai di depan Gedung Pertunjukan Wayang Orang Bharata, tepat mulai memasuki Jalan ST Senen, kemacetan dan keruwetan mulai terasa.

PKL menumpuk di pinggir jalan. Berbagai angkot, bus kota, bajaj biru dan sepeda motor parkir sembarangan. Tak mau kalah, pemotor dan pejalan kaki lalu lalang membuat lalu lintas semakin semrawut.

Begitu juga depan Terminal Senen hingga Jembatan Penghubung antara Pasar Senen dan Atrium Senen, di bawahnya dipenuhi PKL tas, kacamata, topi, koper, pedagang makanan kecil, dan pedagang lainnya.

Pengendara yang akan ke Jalan Kramat Raya terhambat sebelum naik ke flyover. Angkot dan bajaj pada ngetem. Mobil serta motor hendak menepi ke PKL bertemu dengan pengendara lain yang akan naik ke flyover. Padahal, jelas sekali ada rambu dilarang parkir dan dilarang berhenti di sepanjang lokasi.

Tak sampai di sini, pengendara yang ke Jalan Kramat Bunder atau Jalan Letjen Suprapto kem­bali terhambat oleh PKL yang jualan pakaian baru maupun bekas. Sejumlah PKL ini men­duduki trotoar dan badan jalan. Di sini barang dagangan seperti pakaian bekas ditumpuk. Ada juga yang digantung di pagar besi dan di tiang-tiang yang dibawa oleh pedagang.

Biasanya pakaian yang ditu­mpuk adalah pakaian yang har­ganya paling murah. Misalnya Rp 10.000 hingga Rp 50.000. Sementara yang digantung, harga di atasnya.

Para PKL yang berjualan di ba­dan jalan sebelumnya berdagang di Blok II Pasar Senen. Namun, pada Januari 2017, Blok Idan II Pasar Senen kebakaran. Akhirnya mereka memutuskan menggelar lapaknya di badan jalan karena gedung sedang diperbaiki.

"Kami terpaksa jualan di jalanan. Tapi kalau ada penertiban, ya nggak jualan," ujar pedagang yang tak mau disebut namanya.

Ada juga pedagang yang men­gaku berjualan di trotoar karena biaya sewa kios di pasar terlalu mahal. "Sebulan itu sewanya Rp 3.500.000. Kalau kami jualan di sini mah cuma bayar uang keber­sihan, paling mahal Rp 10.000 per hari," ujar Dhana salah seorang PKL yang berjualan tas dan koper

Selain PKL dan angkot nge­tem, kemacetan dari pagi hingga malam itu juga disumbang oleh kendaraan yang melintas di bawah Flyover Senen yang tidak mematuhi aturan lalu lintas. Se­jumlah pengendara motor nekat melawan arah. Para pengendara pun akhirnya harus berbagi jalan dengan para PKL dan pejalan kaki. Jalur Transjakarta pun jadi korbannya. Sejumlah pemotor dan mobil yang ogah macet, menerobos jalur khusus ini.

Pengendara ojek online ber­nama Sarifudin mengeluhkan kondisi ini. Keruwetan di Senen tak pernah ada solusinya.

"Setiap sore macet banget ini. Ada yang ngetem, lawan arah, pe­jalan kaki di badan jalan, pembeli, jadi semrawut banget. Nggak ada petugas pula yang mengatur lalu lintas," keluhnya.

Dia berharap ada penertiban. Terutama para PKL. Dia pun heran mengapa ada bangunan baru Pasar Senen, tetapi masih banyak PKL yang berjualan di luar.

Menanggapi hal ini, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Nasdem Bestari Barus meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta segera menertibkan dan merelokasi PKL yang berjualan di badan jalan di daerah Senen, Jakarta Pusat.

"Segera dong ditertibkan dan pedagang mengisi pasar-pasar yang ada itu," kata Bestari di Jakarta.

Anggota dewan daerah pemili­han Jakarta Pusat ini menegaskan, PKL seharusnya tidak berdagang di jalan. Awalnya mereka dibiar­kan membuka lapak di trotoar dan badan jalan lantaran Pasar Blok I dan II Pasar Senen terbakar. Kini, pedagang diharapkan berjualan sesuai tempatnya setelah terban­gun kembali. Aparat dan dinas terkait harus tegas.

"Ya Satpol PP-nya ke mana? Kalau mau ditertibkan ya bisa itu. Ini sama seperti Tanah Abang. Gubernur harus kasih perintah menertibkan ini. Kalau gak ada perintah, bawahannya diam," sindir Bestari. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA