Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kebijakan Tata Niaga Gula Mendesak Dievaluasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 14 November 2018, 02:49 WIB
Kebijakan Tata Niaga Gula Mendesak Dievaluasi
Ilustrasi/Net
rmol news logo Pemerintah perlu mengevaluasi tata niaga kebijakan gula. Beberapa kebijakan tata niaga gula yang sudah diterapkan justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga.

Pengamat pangan Hizkia Respatiadi mengatakan, pemerintah perlu melakukan revisi terhadap beberapa peraturan dalam tata niaga gula. Salah satunya Permendag 117/2015 pasal 5 ayat 2 yang menyatakan pemerintah hanya memberikan lisensi impor kepada para BUMN.

Walaupun tidak ada batasan terhadap jumlah gula yang diimpor, tingkat persaingan di pasar gula akan tetap oligopolistik karena terbatasnya jumlah importir yang terlibat. Dalam kondisi ini, para BUMN yang memiliki lisensi impor tetap mampu mengontrol harga gula dengan mengendalikan jumlah gula yang diimpornyaa.  

"Revisi ini penting untuk mendorong terciptanya proses pemberian lisensi yang lebih adil dan transparan untuk mencegah terjadinya praktik kartel oleh BUMN ataupun importir-importir swasta," jelasnya kepada redaksi, Rabu (14/11).

Hizkia menambahkan, setelah reformasi kebijakan ini dilaksanakan, perusahaan-perusahaan yang terkait dengan industri gula akan lebih enggan untuk menimbun stok dan melakukan spekulasi harga karena mereka harus menghadapi persaingan yang semakin ketat seiring dengan bertambah banyaknya para importir gula. Sementara itu, para konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan karena adanya pasokan gula dari para importir yang jumlahnya semakin bertambah.

Selagi mengimplementasikan perubahan-perubahan, pemerintah juga harus tetap mengontrol jumlah gula yang diimpor sebagaimana diatur dalam Permendag 117/2015 pasal 3. Selama pemerintah masih memegang kendali penuh terhadap jumlah gula yang diimpor, diharapkan dapat meminimalisir perlawanan dan penolakan yang mungkin akan timbul dari para petani tebu dan industri gula dalam negeri terhadap proses reformasi pemberian lisensi impor sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.

Data Badan Pusat Statistik, pada Agustus 2018, harga rata-rata nasional untuk gula kristal putih mencapai Rp 12.386 per kilogram. Hampir tiga kali lipat dari harga dunia yaitu Rp 4.591,48 per kilogram pada periode yang sama (International Sugar Organization, 2018). Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) mencatat bahwa konsumsi rata-rata nasional untuk gula kristal putih per orang di Indonesia mencapai 0,58 kilogram per bulan atau 6,93 kilogram per tahun pada tahun 2017.

Di akhir tahun 2017, garis kemiskinan di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 370.910 per bulan. Hal itu berarti bahwa mereka yang berada pada garis kemiskinan menghabiskan hampir 2 persen atau Rp 7183 dari penghasilan bulanan untuk membeli gula kristal putih dan mereka yang berada di bawah garis kemiskinan menghabiskan proporsi yang lebih besar lagi dari penghasilannya.

"Berdasarkan perhitungan ini, sebuah rumah tangga yang beranggotakan lima orang akan menghabiskan sekitar Rp 35 ribu untuk gula kristal putih setiap bulan. Padahal seharusnya mereka dapat menghemat sekitar Rp 22 ribu per bulan jika saja harga gula di Indonesia sama murahnya dengan di pasar dunia," papar Hizkia yang juga kepala penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS). [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA