Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

EBT Pro Lingkungan Diklaim Genjot Energi Listrik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 20 September 2018, 23:16 WIB
rmol news logo Penggunaan energi baru terbarukan (EBT) membutuhkan kampanye positif dalam upaya menggantikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Terutama, yang berkaitan dengan isu lingkungan masih menjadi tantangan utama pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT.

"Meskipun pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan ramah lingkungan dan berperan penting dalam menyerap emisi karbon, masih ada organisasi nonpemerintah yang menyebar kampanye negatif. Padahal, pembangkit listrik tenaga air justru akan merawat kelestarian hutan agar sumber air yang menjadi bahan baku EBT tetap lestari," jelas praktisi pengembangan EBT Anton Sugiono kepada wartawan, Kamis (20/9).

Menurutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, penggunaan energi terbarukan menjadi prioritas sementara energi berbasis fosil seperti solar dan batubara diminimalkan. Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027, kontribusi EBT dalam bauran energi pembangkitan tenaga listrik ditargetkan naik mencapai 23 persen pada 2025 nanti.

Beberapa energi primer yang diharapkan meningkat kontribusinya adalah panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, dan tenaga air. Termasuk yang kini dikembangkan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan yang berkapasitas 4x127,5 Megawatt.

"PLTA Batang Toru akan memanfaatkan kolam penampung yang tidak luas sehingga tidak akan mengubah bentang alam dan berdampak minimal pada ekosistem yang ada di sekitarnya," kata Anton.

Dia mengatakan, dalam pengembangan PLTA Batang Toru, aktivis lingkungan menuding NSHE membuka vegetasi hutan primer. Padahal sesungguhnya, proyek tersebut dibangun di lahan berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) yang merupakan bekas tanah pertanian warga, seperti kebun karet tua.

NSHE pun kemudian proaktif membangun kolaborasi dengan pemangku kepentingan, seperti para pakar Universitas Sumatera Utara dan Institut Pertanian Bogor dan pihak lainnya. Kolaborasi NSHE dengan para pemangku kepentingan diharapkan mendorong percepatan pembangunan PLTA Batangtoru yang ditargetkan beroperasi tahun 2022.

Pembangkit berteknologi canggih itu didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 hektare sebagai kolam harian untuk menampung air. Air kolam harian akan dicurahkan melalui terowongan bawah tanah menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik 510 Megawatt.

"PLTA Batang Toru sangat efisien dalam penggunaan lahan, terutama jika dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur di Jawa Barat yang membutuhkan lahan penampung air seluas 8300 hektare untuk membangkitkan tenaga listrik berkapasitas 158 Megawatt," papar Anton.

Dia menambahkan, tersedianya sumber energi baru akan membantu kemandirian energi di Sumut. Saat ini PLN menyewa kapal Marine Vessel Power Plant (MVPP) dari Turki yang menyalurkan listrik 240 Megawatt yang membuat pasokan istrik di Sumut saat ini surplus sekitar 160 Mewatt.

"Pemerintah menargetkan suplai listrik sebesar 100 ribu Megawatt tahun 2025 dengan 23 ribu Megawatt diantaranya berasal dari pembangkit listrik berbasis EBT. Hal ini membuat pemerintah menargetkan pembangunan 2000 Megawatt listrik berbasis EBT setiap tahun," demikian Anton. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA