Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lapindo Brantas Dapat Izin Ngebor Migas 20 Tahun Lagi

Kontraknya Diperpanjang

Kamis, 09 Agustus 2018, 10:28 WIB
Lapindo Brantas Dapat Izin Ngebor Migas 20 Tahun Lagi
Foto/Net
rmol news logo Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengecam kebijakan pemerintah yang memperpanjang kontrak PT Lapindo Brantas hingga 20 tahun mendatang.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Direktur Walhi Jawa Timur, Rere Christanto menuturkan, publik dikejutkan dengan pem­berian perpanjangan kontrak kepada PT Lapindo Brantas. Isinya, melanjutkan aktivitas per­tambangan di Blok Brantas oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Padahal, kata Rere, tahun 2018 ini adalah tahun ke-12 dari tragedi industri migas yang dike­nal sebagai Lumpur Lapindo. Semburan lumpur Lapindo telah mengubur wilayah seluas lebih dari 800 hektare di tiga keca­matan: Porong, Tanggulangin dan Jabon.

Lumpur tersebut menghan­curkan kehidupan masyarakat di lebih dari 15 desa, dan lebih dari 75 ribu jiwa terusir dari kampung halamannya.

"Tragedi Lumpur Lapindo rupanya tidak pernah menjadi pelajaran. Di tengah karut-marut pemulihan dampak semburan lumpur Lapindo yang tidak kunjung tuntas, perpanjangan kontrak kepada PT Lapindo Brantas menunjukkan demon­strasi kebebalan pengusaha dan penguasa dalam urusan pertam­bangan migas dan keselamatan rakyat," ujarnya.

Kata Rere, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta sejumlah terbitan ilmiah oleh ahli dari berbagai negara telah mengindikasikan, aktivitas pengeboran PT Lapindo Brantas bertanggung jawab terhadap munculnya semburan lumpur Lapindo.

Hasil pemeriksaan BPK saat itu menunjukkan, PT Lapindo Brantas menggunakan peralatan yang kurang memenuhi standar dan personel yang kurang ber­pengalaman. Sementara Neal Adams Services, yang pada 2006 melakukan penelitian atas data-data terkait semburan lumpur Lapindo, menemukan 16 faktor kesalahan yang menyebabkan terjadinya lumpur Lapindo.

"Di antaranya, kurang kompetennya site supervisor Lapindo, tak memahami baik prosedur perencanaan sumur bor, gagal menginterpretasikan data seismik, gagal mengetahui keberadaan rekahan dan tak mampu memilih site pengeboran yang aman dari pengaruh reka­han," terang Rere.

Tak hanya itu, sambung Rere, laporan Neal Adams Services menyatakan, tindakan Lapindo Brantas dalam menga­tasi masalah teknis pada sumur BJP-1 mengarah pada tindakan kriminal yang membahayakan manusia dan lingkungannya.

"Hal ini harusnya menjadi ko­reksi kepada pemerintah bahwa ancaman berulangnya kejadian semburan lumpur Lapindo men­jadi faktor penting yang harus dipertimbangkan," ujar Rere.

Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperpan­jang kontrak Lapindo Brantas Inc. dalam operasi Wilayah Kerja (WK) Brantas. Kontrak yang baru itu akan dimulai pada 23 April 2020 hingga 20 tahun mendatang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Djoko Siswanto men­erangkan, aktivitas Lapindo ini berbeda dengan lokasi semburan lumpur tahun 2006. "Jadi aktivi­tasnya tidak di daerah yang dulu kena lumpur Lapindo. Beda, kan lapangan migas luas, yang blow up kan Tanggulangin. Ini bukan di Tanggulangin," katanya.

Perpanjangan kontrak WK Brantas ini menggunakan kon­trak bagi hasil produksi Gross Split. Dari bagi hasil ini, pemerintah akan mendapatkan split min­yak sebesar 53 persen dan gas sebesar 48 persen. Adapun komit­men kerja yang diajukan Lapindo adalah 115,5 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 1,5 triliun dalam lima tahun mendatang.

Dari komitmen tersebut, pe­merintah mendapatkan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar 1 juta dolar atau setara Rp 13,4 miliar dari perpanjangan kontrak ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA